logo
×

Senin, 10 April 2017

Kehormatan Orang Minang, China Dan Yahudi Perantauan

Kehormatan Orang Minang, China Dan Yahudi Perantauan

IDNUSA, JAKARTA - TAHUN 2013 akhir dilaksanakan pemilihan Wali Nagari secara langsung di Nagari Lawang Mandahiling, Kecamatan Salimpaung, Tanah Datar, Sumatera Barat. Nagari asal penulis. Penulis sebagai perantau ke Tanah Jawa dan menikah dengan perempuan Jawa asli pula, pulang kampung saat itu. Pulang kampung tidak saja karena adik kandung penulis, Helpi J Kede (Kepala Jorong Mandahiling, salah satu dari empat Jorong di Nagari Lawang Mandahiling), mengikuti kontestasi pemilihan langsung Walinagari tersebut, namun juga karena penulis memiliki hak penuh sebagai pemilih, terlepas penulis sudah penetap lama di Pulau Jawa dan memiliki KTP Wonogiri, Jawa Tengah.

Nagari adalah wilayah pemerintahan yang merujuk pada UU Pemerintahan Desa dan merujuk pada adat istiadat Minangkabau secara bersamaan. Walaupun secara administratif pemerintahan Nagari setingkat Desa, namun Wali Nagari memiliki kewenangan-kewenangan yang banyak berbeda dengan kewenangan Kepala Desa. Kewenangan yang sudah mendarah daging dan membudaya dalam masyarakat matrilinial Minangkabau. Kewenangan yang diberikan oleh adat istiadat Minangkabau yang merupakan kaum matrilinial terbesar di dunia saat ini.

Walinagari pada prakteknya adalah pemimpin wilayah administratif yang kewenangan dan kewajibannya diberikan UU sebagaimana Kepala Desa, sekaligus adalah pemimpin Nagari yang kewenangan dan kewajibannya diberikan oleh adat istiadat Minangkabau. Kedua kewajiban dan kewenangan itu harus dijalankan seiring sejalan oleh adik penulis sebagai Walinagari terpilih, dan masyarakatpun memposisikan Walinagari dalam dua posisi tersebut.

Konsekwensi dari dua status yang melekat secara bersamaan pada diri seorang Walinagari tersebut maka siapa yang berhak dan memiliki hak suara dalam pemilihan langsung Walinagari juga merujuk pada dua status yang disandang Walinagari tersebut. Seluruh warga Nagari yang memiliki KTP dengan domisili di Nagari Lawang Mandahiling memiliki hak pilih penuh dalam pemilihan langsung Walinagari Lawang Mandahiling, pendatang sekalipun dan dari manapun asalnya. Siapa saja yang merupakan bagian dari salah satu kaum adat secara matrilinial yang ada di Nagari Lawang Mandahiling, dimanapun dia menetap dan dimanapun alamat KTP-nya, bahkan ekstrimnya jika dia sudah berkewarganegaraan lainpun, tetap memiliki hak pilih dalam kontestasi pemilihan langsung Wali Nagari, sebagai Anak Nagari Perantauan. Hanya orang yang sudah "Dibuang Sejauh Adat" saja yang kehilangan status dan hak istimewa ini.

Penulis adalah anggota inti dari dan berada dalan payung kaum Datuk Majosindo (saat ini dijunjuang/dijabat paman penulis M. Natsir) dari Suku Mandahiling di Jorong Lawang Mandahiling, Nagari Lawang Mandahiling, dan tidak pernah "Dibuang Sejauh Adat" karena melanggar adat dan atau keluar dari agama Islam. Dengan demikian penulis memiliki hak penuh untuk memilih dalam kontestasi pemilihan secara langsung Wali Nagari Lawang Mandahiling tersebut.

Status, Hak, Dan Kewajiban Seseorang Menurut Adat Minangkabau

Begitulah adat matrilinial Minangkabau (Sumatera Barat) memandang siapa keluarga anggota masyarakatnya. Selama seseorang bisa membuktikan dan memiliki pertalian darah dengan seorang perempuan Minangkabau yang merupakan anggota dari suatu kaum, maka orang tersebut memiliki hak penuh sebagai anggota kaum. Pembuktian yang tidak memerlukan bukti tertulis sekalipun, pengetahuan masyarakat umum saja sudah cukup bahwa seseorang itu merupakan keturunan sah dari seorang perempuan Minangkabau dan anggota kaum. Kalaupun tertulis, maka yang berlaku adalah Ranji (silsilah) yang dulu ditandatangani Kepala Suku dan Walinagari saat penobatan seorang Datuk, kepala kaum yang baru, karena kepala kaum yang lama meninggal dunia.

Penobatan dengan gelar pusaka turun temurun yang sama persis seperti turun temurunnya gelar pusaka Raja-Raja Yogyakarta Hadininggrat, namun tidak dituliskan keberapanya. Jika di Jogja ada Sri Sultan Hamangkubuwono (HB) I, HB II sampai HB X saat ini, maka di setiap keluarga matrilinial Minangkabau ada nama atau gelar pimpinan yang diturunkan dari generasi ke generasi namun tidak dituliskan keberapanya. Penulis tidak tahu paman penulis (Adik kandung Ibu) yang memimpin kaum penulis saat ini, M Natsir Datuk Majosindo, merupakan Datuk Majosindo keberapa. Namun gelar itu sudah diturunkan dari generasi ke genarasi dalam keluarga matrilinial penulis.

Hak dan kewajiban sebagai anggota kaum akan melekat seumur hidup. Hak dan kewajiban terkait semua hal, mulai dari hak dan kewajiban terkait tanah pusaka, gelar pusaka, pengakuan, pesta adat, kesedihan, kebahagiaan, dan lain sebagainya. Tidak peduli seseorang itu sudah merantau dan menetap sangat lama di luar Minangkabau. Tidak peduli seseorang itu sudah memiliki KTP dan beranak pinak diluar Minangkabau. Tidak peduli seseorang itu berkewarganegaraan manapun didunia ini. Dia tetap diakui dengan segala hak dan kewajibannya, tak berkurang maupun bertambah sesikitpun, sebagai anggota kaum masyarakatnya di Minangkabau.

Inilah kenapa Oesman Sapta Odang (OSO) memiliki hak dan kewajiban yang tak berubah dalam kaumnya di Minangkabau, sehingga bisa menyandang gelar pusaka Datuk kaumnya di Solok, karena Ibu kandung OSO adalah perempuan asli Minang walaupun sudah sangat lama di Kalbar. Ini juga alasan kenapa anak Ibu Mufidah Yusuf Kallah bisa menyandang gelar pusaka Datuk kaumnya karena Ibunda Ibu Mufidah orang asli Minangkabau. Ini juga alasan kenapa masyarakat Minangkabau bereaksi keras ketika Archandra Tahar dibilang bukan lagi orang Minang karena berkewarganegaraan Amerika Serikat beberapa waktu lalu.

Itulah Minangkabau. Status dan pengakuan sebagai anggota kaum keluarga tidak akan hilang selamanya, sampai anak cucunya, selama memang dia merupakan memiliki garis matriliar yang tidak putus dengan salah satu kaum di Minangkabau. Tak peduli dia sudah merantau lama bahkan jika lahirpun di rantau, tak peduli dia warga negara manapun. Dia tetap diakui sebagai orang Minang dengan segala hak dan kewajiban yang sama dengan orang Minang yang turun temurun hidup di Minangkabau.

Orang China dan Orang Yahudi Perantauan Hukum Adat Tionghoa, hukum positif negara China, hukum adat Yahudi, hukum positif negara Yahudi (Israel) memiliki kesamaan dengan hukum adat Minangkabau di atas untuk mendifinisikan hak dan kewajiban setiap orang di dunia ini yang memiliki hubungan darah dengan China dan Yahudi.

Tidak peduli berkewarganegaraan mana seseorang saat ini, selama seseorang itu merupakan dan memiliki garis keturunan dengan China melalui garis bapak secara tidak terputus, maka seseorang tersebut diakui hak dan statusnya sebagai bagian dari komunitas adat dan bagian dari negara China.

Tidak peduli berkewarganegaraan mana seseorang saat ini, selama seseorang itu merupakan dan memiliki garis keturunan Yahudi dan bergama Yahudi, baik melalui garis bapak maupun garis Ibu, maka seseorang tersebut diakui hak dan statusnya sebagai bagian dari komunitas adat dan bagian dari negara Yahudi (Israel).

Hak dan kewajiban yang secara politik bisa disamakan dengan hak pilih penulis dalam pemilihan langsung Walinagari Lawang Mandahiling diatas. Begitu juga dengan hak dan kewajiban lain, seperti hak kependudukan, hak ekonomi, hak identitas untuk diakui dan dilindungi sebagai anggota penuh warga masyarakat tersebut.

Hak yang tetap diakui penuh namun kewajiban yang tidak dituntut maksimal (seperti kewajiban perpajakan, kewajiban bela negara, dan lain-lain). Tidak peduli seseorang itu mengakui atau tidak mengakui hak dan kewajibannya tersebut. Seorang keturunan China dan seorang keturunan Yahudi yang bahkan menyatakan kesetiaan ke negara lainpun dan tidak mengakui sebagai bagian dari masyarakat China, tetap diakui hak penuhnya sebagai anggota masyarakat China yang akan dilindungi oleh negara China, tetap diakui hak penuhnya sebagai anggota masyarakat Yahudi yang akan dilindungi negara Yahudi.

Itulah Minangkabau, China, dan Yahudi dalam memandang siapa anggota masyarakat dan keluarga besarnya. Cara pandang yang tak akan berubah sampai kapanpun. Cara pandang yang takkan bisa dihilangkan oleh hukum negara manapun didunia ini. Cara pandang yang sudah mendarah daging dan merupakan identitas manusia Minang, manusia China, dan manusia Yahudi tersebut. Identitas yang sudah demikian lama ditanamkan dari generasi ke generasi. Identitas yang sudah merasuk jauh ke sukma, perasaan, dan sanubari yang paling dalam setiap manusianya. Identitas yang merupakan kehormatan.

Penulis akan melakukan apapun untuk memastikan identitas penulis sebagai anggota inti kaum Datuk Majosindo dari Suku Mandahiling di Jorong Mandahiling, Nagari Lawang Mandahiling, Kecamatan Salimpaung, Tanah Datar, Sumatera Barat, tetap ada dan melekat pada penulis dengan segala hak dan kewajibannya. Karena apa? KARENA INI ADALAH PERSOALAN IDENTITAS DAN KEHORMATAN.

Bagaimana dengan orang-orang-orang China dan Yahudi perantauan? Apakah bagi mereka ini juga merupakan IDENTITAS yang bak dua mata uang dengan KEHORMATAN yang harus dijaga sepenuh hati? Jawabannya, PENULIS TIDAK TAHU. [***]

Penulis adalah Redaktur Khusus Kantor Berita Politik RMOL dan Sekjen Community for Press and Democracy Empowerment (PressCode). (rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: