IDNUSA, JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan politik uang adalah cara yang dianggap paling kotor dalam pemilihan umum. Utamanya karena cara itu menyangkut praktek jual-beli suara rakyat.
"Seharusnya, rakyat dididik untuk memilih pemimpin yang cerdas dan berkompetensi atas dasar pertimbangan serta penilaian pemilih," ujarnya.
Ketika pemilu diwarnai dengan politik uang, Warlan melihat pemilih cenderung memanfaatkan hak suaranya dengan tidak rasional. Ia mengingatkan pemilih apapun yang dibagi-bagikan, baik uang atau barang, boleh jadi berasal dari investor politik. "Ibaratnya itu pinjaman yang pastinya harus segera dibayar,” kata Warlan saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (15/4).
Warlan mengimbau masyarakat untuk tidak lagi terjebak dalam politik uang, baik yang diberikan oleh paslon atau tim pemenangan. Jika menemukan praktek politik uang, selama ini masyarakat dianjurkan menerapkan prinsip "Ambil uangnya, jangan pilih orangnya". "Masyarakat harus menggantinya dengan prinsip baru, yakni ambil uangnya, laporkan ke Panwaslu, dan jadikan uang itu sebagai barang bukti," ungkap Warlan.
Dengan begitu, Warlan berharap pelaporan ke Panwaslu dapat memberikan efek jera bagi pelaku politik uang. Warlan mengaku khawatir dan miris dengan adanya penjualan sembako murah, salah satunya yang digelar relawan Gerbang Aswaja untuk H Djarot Saiful Hidayat, Jumat (15/4) lalu di Kampung Sumur, Klender, Jakarta Timur.
Warlan mengatakan Panwaslu harus bertindak tegas terhadap pelaku politik uang. “Bukan hanya sekedar dibatalkan acaranya, tapi juga diberhentikan kampanyenya, dan dipidanakan,” ujarnya.