IDNUSA, JAKARTA - Koordinator Persidangan Gerakan Nasional Pendukung Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Nasrulloh Nasution mempertanyakan sikap Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo yang langsung menyetujui permintaan Kapolda Metro Jaya untuk menunda sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok hingga selesainya Pemungutan Suara Pilkada DKI Jakarta Putaran II. Sikap Jaksa Agung ini dinilainya kontradiktif dan kontraproduktif dengan sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bertugas di persidangan.
“JPU di persidangan sudah menyatakan siap dengan surat tuntutannya dibacakan hari Selasa tanggal 11 April 2017, kalau Jaksa Agungnya potong kompas itu jadi kontradiktif dan kontraproduktif dengan kinerja JPU di lapangan,” ujar Nasrulloh kepada Republika.co.id, Sabtu (8/4).
Ia beralasan penundaan sidang pembacaan tuntutan terhadap Ahok yang diamini oleh Jaksa Agung tidak bisa serta merta dilakukan kecuali dinyatakan di dalam persidangan tanggal 11 April 2017 besok. “Segala yang berkaitan dengan persidangan, termasuk apabila ada keinginan JPU menunda pembacaan surat tuntutan harus dilakukan di depan sidang, tidak bisa hanya dengan ucapan Jaksa Agung,” tuturnya.
Nasrulloh sangat menyayangkan sikap JPU apabila memang benar pada persidangan hari Selasa mendatang mereka meminta penundaan pembacaan surat tuntutan. Pasalnya, selain sudah menyatakan kesiapannya, fakta-fakta yang terungkap di persidangan juga sudah lengkap membuktikan unsur-unsur tindak pidana penistaan agama, katanya.
Selain itu, lanjut Nasrulloh, surat tuntutan JPU terhadap Ahok sangat penting artinya bagi proses penegakkan hukum di Indonesia terutama dalam kaitan dengan pemberhentian sementara yang diatur di dalam ketentuan Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebab menurut ia sebenarnya sudah sangat jelas menyebutkan bahwa Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahunan, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Meski Ahok sudah didakwa dengan tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun dan tindakan Ahok juga dapat memecah belah NKRI, namun Kemendagri enggan untuk memberhentikan Ahok dengan alasan menunggu surat tuntutan,” ujarnya.
Nasrulloh menambahkan bahwa masyarakat saat ini sangat mengharapkan agar sidang pembacaan tuntutan terhadap Ahok dilaksanakan tanggal 11 April 2017 sesuai jadwal yang sudah ditetapkan oleh Majelis Hakim di dalam persidangan agar surat tuntutan dapat segera diproses oleh Kemendagri.
Ia juga berharap tanggal 11 April 2017 itu JPU sudah siap dengan surat tuntutannya sehingga tidak ada kesan nantinya di masyarakat bahwa Kejaksaan menunda pembacaan surat tuntutan demi melindungi Ahok dari pemberhentian sementara menjelang Pemungutan Suara Pilgub DKI Putaran II. (em)