IDNUSA, JAKARTA - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso meminta Undang-Undang Narkotika segera direvisi. UU tersebut mengandung banyak celah yang bisa dimanfaatkan oknum aparat dalam melakukan proses penegakan hukum.
Permintaan revisi tersebut disampaikan Budi Waseso saat rapat kerja dengan Komisi III di Gedung Parlemen, Jakarta.
"Kami ingin agar undang-undang narkotika direvisi karena memang banyak faktor "abu-abu" dan berpotensi besar dimanfaatkan oleh oknum. Seperti masalah diskriminasi, yang punya duit direhab, sementara yang gak punya dipenjara. Dan gak cuma itu, tawar-tawaran di lapangan antara oknum dengan penyalahguna narkoba, direhab atau dipidana masih terjadi," katanya.
Bekas Kabareskrim Polri ini menjelaskan, masih adanya "keabu-abuan" dalam undang-undang narkotika tersebut memang berpeluang besar dimanfaatkan oleh oknum untuk mengambil keuntungan. Apalagi dalam UU tersebut terdapat putusan sema yang bisa menetukan nasib penyalahguna narkoba yang sedang menghadapi proses hukum.
"Jadi dalam putusan sema itu, besaran atau banyaknya barang bukti yang ditemukan bisa menentukan penempatan korban penyalahguna narkoba. Misal nol koma sekian gram, korban penyalahguna narkoba langsung direhab gak boleh dipidana," ujar Buwas.
Adanya putusan tersebut, menurut Buwas, juga berpotensi besar dimanfaatkan korban penyalahguna narkoba untuk menghindari hukuman pidana. Sampai akhirnya, demi menghindari jeratan hukuman penjara, para korban penyelahguna narkoba menerima tawaran dari oknum aparat.
"Akhirnya tawar berani berapa? Ini kacau. Karena fungsi assessment gak berjalan karena assesmentnya memang gak ada standarnya juga," ucapnya.
Oleh sebab itu, Buwas menilai, permasalahan tersebut perlu dibenahi dengan cara melakukan revisi undang-undang narkotika seperti yang diusulkan BNN. Sebab, dalam aturan tersebut memang masih banyak sekali yang perlu disempurnakan agar tak ada celah yang bisa dimanfatkan oknum.
"Permintaan kita ini berdasarkan pengalaman di lapangan. Ini akan serius kita atasi dan saya sudah ajukan bahan untuk ditindaklanjuti," terangnya.
Namun Buwas membantah, usulan revisi undang-undang narkotika ini untuk menempatkan posisi BNN sebagai kementerian. Melainkan, agar BNN diberi kewenangan dan dukungan yang memadai dalam memerangi peredaran narkoba yang sudah parah. Dan membenahi struktur organisasi BNN yang sampai saat ini masih banyak kekurangan.
"Di BNN, berdasarkan hasil evaluasi kita menemukan ada beberapa struktur organisasi yang masih kosong. Ini yang membuat kita kelabakan dan gak bisa menangani masalah. Seperti di rehabilitasi, kami tidak punya rehabitasi medis, Kalau rehabilitasi sosial sih ada," ujarnya.
Selain itu, Buwas menegaskan, saat ini sudah saatnya ada peran TNI dalam menangani masalah narkoba. Sebab, permasalahan narkoba sudah menjadi ancaman nasional. Dan Presiden Joko Widodo sendiri pernah menyatakan negara dalam kondisi darurat narkoba.
"Soal keterlibatan TNI, sudah sering saya sampaikan. Narkoba ini ancaman negara dan perang modern dan dilakukan negara luar. Jadi perlu peran TNI, tapi tidak lagi penegakkan hukum, namun perang," tegasnya.
Menurut Buwas, keterlibatan TNI dalam urusan penanganan narkoba sudah banyak dilakukan negara. Seperti Meksiko dan Kolombia.
"Kolombia dulu pernah menggunakan polisi saat menggelar operasi narkoba, tapi 200 polisi langsung meninggal dunia. Mereka tak mampu menghadapi kartel makanya dalam menanganinya melibatkan 3.000 marinir Amerika Serikat. Begitu juga dengan Meksiko, dan beberapa negara lain," katanya.
Buwas yakin, bila penegakan hukum di Indonesia seperti sekarang dibiarkan, maka jaringan narkoba akan bertambah luas. Sehingga perlu ada pengetatan dan ketegasan dalam penindakan hukum. (rm)