IDNUSA, MAGELANG - Pakar Psikologi Forensik Universitas Indonesia, Reza Indragiri Amriel menyebut pembunuhan siswa SMA Taruna Nusantara Magelang, mirip dengan kebanyakan kasus di sejumlah negara.
Dari analisisnya, Reza menilai prosesnya serupa yakni berawal dari luapan emosi, dilakukan pada malam hari, dan menggunakan senjata tajam."Ledakan emosi adalah faktor tipikal pada aksi-aksi kekerasan remaja," ujar dia kepada JawaPos.com, Minggu (2/4).
Hanya saja, Reza mencium keanehan dalam kasus pembunuhan yang menewaskan siswa bernama Krisna itu.
"Tetap sulit ya menerima teori itu juga berlaku di STN (SMA Taruna Nusantara). Mungkinkah ada masalah menumpuk, sehingga sakit hati hanya pemicu?," tanya dia.
"Nah, menjadi relevan pertanyaan tentang ketersediaan tenaga dan fasilitas kesehatan psikis bagi remaja di sekolah," sambung pria yang juga menjabat sebagai Kabid Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia itu.
Terkait proses hukum yang diterima AMR, Reza menjelaskan bahwa pelaku sejatinya bakal dikenakan dakwaan pembunuhan berencana. Artinya secara normal hukumannya bisa berupa hukuman mnati.
Namun, lantaran masih berusia anak-anak (belum genap 18 tahun), maka ada kemungkinan "hanya" penjara maksimal 10 tahun.
"Itu memang bagian risikonya, karena toh diversi (penyelesaian di luar persidangan) tidak mungkin dilakukan, mengingat ancaman hukuman yang lebih dari tujuh tahun," ungkap dia.
Reza berharap adanya proses rehabilitasi terhadap pelaku yang notabene masih remaja. Menurutnya, efeknya akan berdampak positif di kemudian hari.
"Jika berhasil, youth homicide offender (rehabilitasi terhadap remaja yang melakukan pembunuhan) bisa menekan kemungkinan remaja menjadi residivis," ungkap dia.
"Apakah potensi itu juga ada pada tersangka/pelaku kasus STN? Tampaknya ya. Karena dia anak cerdas dan mempunyai pemahaman akan benar-salah. Empatinya sepertinya tetap ada. Itu ditunjukkan saat dia mengucapkan "maaf" sebelum beraksi," pungkas pria berkaca mata itu.
Sebelumnya korban ditemukan meninggal dunia dengan luka tusuk di lehernya di Barak G17 Kompleks SMA Taruna Nusantara, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah pada Jumat (31/3) dini hari tadi. Luka itu diduga akibat dari benda tajam.
Kejadian ini pertama kali diketahui oleh Riyanto yang merupakan pengasuh dari para siswa taruna di sana. Sekira pukul 04.00 WIB, korban dibangunkan untuk melaksanakan salat Subuh.
Ketika itu, korban ada di kamar 2B. Saat itu korban ditemukan dalam keadaan terluka bersimbah darah. Riyanto lantas memeriksa urat nadi korban, tapi saat dipegang sudah tak berdenyut lagi. (jp)