Kuasa Hukum tersangka dugaan kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama, Fifi Lety Indra (tengah) dan Humphrey R. Djemat (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan disela sidang di Auditorium Kementrian Pertanian, Jakarta, Selasa (10/1) malam. Dalam keterangannya tim kuasa hukum menemukan sejumlah bukti kejanggalan atas saksi yang dihadirkan selama persidangan. (ANTARA FOTO/Reno Esnir) |
Pasalnya Ali menilai, sebelumnya Edward sempat ditunjuk menjadi saksi dari JPU. Bahkan berita acara pemeriksaan (BAP) Edward adalah sebagai ahli dari JPU.
"Pada persidangan lalu kami memutuskan tidak ajukan ahli. Sebelum kami putusakan tidak hadirkan beliau, ada pernyataan 'kalau jaksa tidak akan dihadirkan penasihat hukum' . Ini semacam ultimatum untuk kami. Saya lihat ini tidak etis," kata Ali di Kementerian Pertanian, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (14/3/2017).
Ali menyebut 'berpalingnya' Edward ke pihak Ahok sebagai upaya pembajakan.
"Penasihat hukum sudah tahu bahwa ahli tercantum dalam BAP. Dan (ini) terkesan ada upaya pembajakan saksi ahli," sebutnya.
Pihak kuasa hukum Ahok membantah mereka dianggap membajak Edward. Kuasa hukum Ahok mengatakan, pihaknya ingin menghadirkan Edward sebagai ahli hukum pidana telah dibicarakan dengan penuntut umum.
"Kesepakatan (soal Edward jadi saksi ahli) tanggal 28 Februari 2017, tidak ada keberatan sedikit pun (dari penuntut umum). Tiba-tiba di sini buat suatu persoalan, menurut kami ini itikad kurang bagus," kata kuasa hukum Ahok, Sirra Prayuna.
Ketua majelis hakim menengahi perdebatan. Ia memutuskan untuk tetap mendengarkan keterangan Edward. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa penuntut umum sudah diberi kesempatan pada persidangan lalu namun mengatakan tidak ada tambahan saksi lagi.
"Dalam sidang lalu waktu JPU tidak ajukan lagi dan ada pernyataan bahwa silakan ahli mau dihadirkan (kuasa hukum) tidak masalah. Majelis berpedoman apapun keterangan ahli akan dipertimbangkan. Tidak ada masalah. Ahli akan kami periksa di bawah sumpah," pungkas Dwiarso. (ar)