logo
×

Senin, 20 Maret 2017

Pemerintah 'Mengemis' Dana Infrastruktur

Pemerintah 'Mengemis' Dana Infrastruktur
Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK

IDNUSA - Tingginya biaya pembangunan infrastruktur, membuat pemerintah terpaksa harus 'mengemis'. Pasalnya, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tak sanggup untuk membiayai proyek pembangunan infastruktur yang ditaksir mencapai Rp 5.000 triliun selama 5 tahun ke depan.

Maka dari itu sumber pembiayaan selain dari APBN sangat dibutuhkan oleh pemerintah guna mensuskseskan pembangunan infastruktur.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida bilang, sepanjang tahun ini saja negara membutuhkan dana pembangunan infastruktur sebesar Rp 1.000 triliun.

"Tahun ini butuh Rp 1.000 triliun bangun infrastruktur, hanya Rp 387,2 triliun dari APBN atau 37 persen saja," papar Nurhaida dalam acara'Penandatanganan Perjanjian Penyelenggaraan Kliring Obligasi Negara di pasar sekunder antara Bank Indonesia dengan PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)' di Gedung BI, Jakarta, Senin (20/03/2017).

Lantas 63 persen sisanya dari mana, Nurhaida bilang sisanya tentu dengan bantuan anggaran pemerintah daerah yang sebesar 11 persen, kemudian juga peran serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 22 persen dan sisanya bisa dari sektor jasa keuangan. Seperti perbankan, IKNB (Industri Keuangan Non Bank), dan pasar modal.

Namun, kata dia, untuk mengajak investor melakukan investasinya di sektor infrastruktur, bukan perkara yang mudah, harus ada komitmen nyata dari pemerintah untuk membujuk dan meyakini investor menanamkan modalnya di infarstruktur.

Pemerintah pun, lanjut Nurhaida, telah memberikan berbagai kemudahan agar investor nantinya dapat berinvestasi, khususnya di sektor infastruktur. Salah satunya adalah melalui surat utang.

"Pasar modal yang cocok adalah surat utang yang instrumen jangka panjang. Tentu ini tidak bisa terwujud kalau pasar surat utang kita tidak berkembang. Untuk itu, kita sudah bentuk tim pengembangan surat utang," katanya.

Selain itu, terdapat berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah adanya kewajiban untuk melaporkan transaksi surat utang melatih tim yang telah dibentuk.

"Beberapa waktu lalu kita syarat kan adanya Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE). Setiap ada transaksi di surat utang itu harus ada laporan dalam 30 menit baik penjual atau pembeli," katanya.

Pengembangan teknologi pun terus dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah melalui electronic Trading Platform (eTP). Upaya ini pun akan terus dilakukan agar pemerintah tetap dapat mengembangkan proyek infrastruktur melalui modal dari pihak swasta.

"Kalau ini berjalan maka price discovery bisa lebih cepat lagi karena ini dipantau," tandasnya. (il)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: