logo
×

Rabu, 22 Maret 2017

Mayoritas Pemain Medsos Ingin Jakarta Punya Gubernur Baru

Mayoritas Pemain Medsos Ingin Jakarta Punya Gubernur Baru
Layar menujukkan sejumlah data terkait hasil survei terhadap pengguna media sosial dalam menentukan pilihan terhadap Cagub DKI Jakarta di Kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (21/3).

Mereka yang menguasai media sosial akan menguasi kesadaran publik luas. Ungkapan ini mungkin agak berlebihan. Tapi untuk Pilkada Jakarta, dua hal ini membuat media sosial ikut menentukan bulat dan lonjong opini publik. Bahkan media sosial besar pula perannya menentukan siapa yang akhirnya menjadi gubernur Jakarta berikutnya.

Mayoritas  pemilih di Jakarta menggunakan media sosial. Sebesar 58,90 persen responden menyatakan mereka aktif menggunakan akun media sosial. Melalui media sosial, mereka mengikuti perkembangan pilkada Jakarta maupun ikut memberikan opini (komentar, status, sharing berita dll). Adapun mereka yang tidak aktif di media sosial sebesar 40,50 persen.

Pengaruh media sosial terasa semakin kuat karena mereka tetap mengikuti perkembangan pilkada meski di hari tenang menjelang pencoblosan. Di saat kandidat dan tim resmi dilarang berkampanye lagi, berita dan isu upgrading ataupun downgrading tetap diproduksi dan diperbicangkan di media sosial.

Sebesar 75,2 persen responden menyatakan  mereka tetap aktif ikuti berita pilkada di hari tenang. Hanya 11,5 persen yang menyatakan mereka tak aktif lagi menggunakan media sosial ketika masa tenang.

Padahal, masa tenang itu, sejak tiga hari sebelum pencoblosan adalah masa yang paling tidak tenang. Itu tiga hari yang bisa mengubah dukungan. Itu tiga hari migrasi dan perubahan elektabilitas bisa terjadi besar-besaran. Tiga hari tenang itu sepenuhnya milik media sosial karena media lain sudah dilarang berkampanye.

Demikianlah salah satu kesimpulan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI DENNY JA). Survei dilakukan pada tanggal 27 Februari–3 Maret 2017 di Jakarta. Survei dilakukan secara tatap muka terhadap 440 responden.

Responden dipilih dengan menggunakan metode multistage random sampling. Margin of Error survei ini plus minus 4,8 persen. Survei ini dibiayai dengan dana sendiri, dan dilengkapi pula dengan kualitatif riset (FDG/focus group discussion, media analisis, dan indepth interview).

Media  sosial manakah yang paling banyak digunakan oleh pemilih Jakarta. Survei LSI Dennya JA menunjukkan,  Facebook media sosial paling populer dan paling banyak digunakan. Pemilih Jakarta yang mengaku punya akun Facebook sebesar 57,80 persen.

Instagram media sosial yang menempati peringkat kedua. Sebesar 29,30 persen responden menyatakan memiliki akun Instagram. Twitter media sosial terbanyak ketiga yang digunakan. Sebesar 17,20 persen responden mengaku punya akun twitter.

Lalau siapakah yang menang di antara para pengguna media sosial tersebut?

Anies-Sandi unggul dari pasangan Ahok-Djarot di pemilih yang mengaku memiliki akun Facebook. Dari mereka yang pemain Facebook (total pemain Facebook 57.80 persen), Anies-Sandi memperoleh dukungan sebesar 47,58 persen, sementara Ahok-Djarot memperoleh dukungan  43,93 persen.

Dukungan Anies-Sandi justru lebih tinggi di pemilih yang tidak menggunakan Facebook. Di pemilih yang tidak punya akun Facebook, dukungan Anies-Sandi sebesar 50,54 persen. Sementara dukungan terhadap Ahok-Djarot sebesar 40,80 persen.

Pasangan Ahok-Djarot justru unggul di pemilih pengguna Twitter. Di pemilih yang menggunakan twitter (17,20 peren), Ahok-Djarot memperoleh dukungan sebesar 53,34 persen, sementara pasangan Anies-Sandi memperoleh dukungan sebesar 39,33 persen.

Sebaliknya di pemilih yang tidak menggunakan twitter, pasangan Anies-Sandi mengungguli pasangan Ahok-Djarot. Anies-Sandi memperoleh dukungan sebesar 50,94 persen dari pemilih yang tak aktif di Twitter, sementara Ahok-Djarot memperoleh dukungan sebesar 40,16 persen.

Di pemilih yang menggunakan Instagram, Anies-Sandi unggul. Dari para pemain instagram (total pemain Instagram 29,30 persen), sebesar 49,99 persen menyatakan mendukung pasangan Anies-Sandi. Sementara dukungan terhadap pasangan Ahok-Djarot sebesar 40,73 persen.

Secara keseluruhan, diantara para pengguna media sosial (Facebook, Twitter, dan Instagram), pasangan Anies-Sandi unggul dibanding pasangan Ahok-Djarot. Dari mereka yang mengaku punya media sosial, sebesar 46,20 persen menyatakan mendukung pasangan Anies-Sandi. Dan sebesar 43,10 persen menyatakan mendukung pasangan Ahok-Djarot.

Keunggulan pasangan Anies-Sandi justru makin besar di pemilih yang tak aktif di media sosial. Dari mereka yang tak aktif di media sosial, sebesar 54,60 persen mendukung pasangan Anies-Sandi. Hanya sebesar 37,40 persen yang menyatakan mendukung pasangan Ahok-Djarot

Mengapa kemenangan Anies-Sandi di pengguna media sosial lebih kecil dibandingkan pemilih yang tidak aktif di media sosial? Mengapa Anies lebih berkibar di kalangan yang tak memiliki media sosial? Hal ini karena demografi pengguna media sosial itu sendiri.

Data menunjukkan mayoritas pengguna media sosial mereka yang berpendidikan tinggi. Semakin tinggi pendidikan pemilih, lebih berpeluang memiliki media sosial.

Contohnya mereka yang pernah kuliah atau di atasnya, sebesar 83,80 persen  memiliki akun media sosial. Hanya 16,30 persen yang menyatakan tidak memiliki. Sementara di kalangan pemilih yang tamat SLTA atau sederajat, sebesar 44,60 persen menyatakan memiliki akun media sosial. Dan sebesar 55,0 persen  tidak memiliki akun media sosial.

Kedua, pengguna media sosial mereka yang secara ekonomi lebih mapan. Semakin tinggi tingkat ekonomi, makin banyak menggunakan media sosial.

 Mereka yang pendapatan keluarganya di atas 3,5 juta/sebulan, sebesar 63,70 persen memiliki akun media sosial. Hanya sebesar 36,30 persen yang  tidak punya akun media sosial. Problemnya, di kalangan pemilih menengah atas, memang pasangan Ahok lebih unggul dibandingkan pasangan Anies.

Memang Anies-Sandi secara keseluruhan masih mengungguli pasangan Ahok-Djarot di pengguna media sosial. Namun, keunggulan tersebut marginnyanya lebih kecil dibandingkan dengan keunggulan Anies di kalangan pemilih yang tidak aktif di media sosial.

Yang tidak aktif di media sosial lebih banyak dari kalangan pemilih menengah bawah yang merupakan basis Anies-Sandi.

Mengapa pasangan Anies-Sandi tetap unggul di kalangan pemain media sosial? LSI Denny JA menemukan ada tiga alasan berdasarkan isu penting yang memiliki efek elektoral.

Pertama, mayoritas pemain media sosial ingin Jakarta punya gubernur baru. Dari pengguna media sosial, sebesar 54,33 persen menyatakan mereka ingin punya gubernur baru. Dan hanya sebesar 39,47 persen yang menyatakan tetap ingin gubernur yang lama. Sentimen gubernur baru menguntungkan Anies dan merugikan Ahok.

Kedua, pengguna media sosial juga terluka dengan kasus al-Maidah Ayat 51. Mayoritas pengguna media sosial menilai Ahok menista agama Islam terkait dengan pernyataannya tentang al-Maidah ayat 51.

Dari mereka yang merupakan pemain media sosial, sebesar 56,0 persen menyatakan pernyataan Ahok tentang al-Maidah ayat 51 merupakan bentuk penistaan agama. Hanya sebesar 31,40 persen yang menyatakan bukan penistaan agama. Sentimen agama juga menguntungkan Anies dan merugikan Ahok.

Ketiga, mayoritas pengguna media sosial tak nyaman dengan status Ahok sebagai terdakwa di pengadilan. Sebesar 58,25 persen dari para pengguna media sosial menyatakan mereka tidak rela gubernur Jakarta nantinya dipimpin oleh gubernur yang posisinya terdakwa di pengadilan.

Hanya sebesar 28,45 persen dari para pengguna media sosial yang tidak mempersoalkan status tersangkanya Ahok jika terpilih kembali menjadi gubernur. Sekali lagi sentimen tak ingin gubernur terdakwa merugikan Ahok dan menguntungkan Anies.

Mayoritas pengguna media sosial sesungguhnya  puas dengan kinerja Ahok sebagai incumbent (petahana). Dari mereka yang menggunakan media sosial, sebesar 73,60 persen menyatakan mereka puas dengan kinerja Ahok sebagai gubernur. Hanya 26,40 persen saja yang menyatakan tidak puas.

Ini merupakan sisi lain dari penggguna media sosial yang sangat positif terhadap Ahok. Jika saja Ahok tak memiliki masalah dengan kasus penistaan agama, besar kemungkinan Ahok terpilih kembali karena kinerjanya.

Di satu sisi mereka puas dengan kinerja Ahok sebagai gubernur petahana, namun di sisi lain ada ganjalan di hati, yang membuat mereka tak rela Ahok memimpin mereka kembali. Mayoritas tetap inginkan gubernur baru.

Jika dilihat dari empat isu penting yaitu, inginkan gubernur baru, penistaan agama, kerelaan dipimpin gubernur tersangka, dan kinerja pemerintahan, pasangan Anies-Sandi unggul di tiga isu pertama (gubernur baru, penistaan agama, dan kerelaan dipimpin gubernur tersangka). Sedangkan pasangan Ahok-Djarot unggul di isu kinerja pemerintahan.

Atas empat isu penting yang punya efek elektoral, Anies unggul tiga isu kalah satu isu dibandingkan Ahok.

Nah, akankah dukungan para pemain media sosial berubah? Kurang lebih sebulan lagi menuju hari pencoblosan pilkada putaran kedua.

Dukungan terhadap masing-masing calon masih dapat berubah. Naik turunnya dukungan terhadap kedua pasangan calon diantara pengguna media sosial sangat tergantung pada naik turunnya isu positif dan negatif kepada dua pasang calon. Pilkada DKI selalu penuh dengan kejutan yang dapat menjungkirbalikkan dukungan.

Sejauh pasangan Anies tak membuat blunder pada bulan terakhir, dan tak ada big bang dari pasangan Ahok, sentimen gubernur baru akan terwujud. Namun, segala hal selalu mungkin terjadi bahkan di menit terakhir.

Oleh : DR Denny JA
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: