Mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/3/2017). |
Ponsel tersebut digunakan sebagai alat komunikasi internal untuk membicarakan proyek-proyek semasa Atut menjabat Gubernur Banten.
Salah satu tujuannya untuk menghindari sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu diakui Widodo Hadi, yang merupakan mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten.
Widodo menjadi saksi bagi terdakwa Atut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/3/2017).
"Iya, itu dibagikan untuk internal, kalau-kalau ada penyadapan. Barangkali itu maksudnya," ujar Widodo kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam kasus ini, Atut didakwa merugikan negara Rp 79 miliar dalam proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
Ia juga didakwa memeras empat kepala dinas di Pemprov Banten sebesar Rp 500 juta.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Djadja Buddy Suhardja, mengakui bahwa proses penentuan anggaran dan pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten, dikendalikan oleh Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, yang merupakan adik mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah.
Menurut Djadja, sejak awal dilantik, para pejabat di Pemprov Banten telah diminta untuk loyal dan taat kepada permintaan Atut.
Atut memerintahkan kepada setiap kepala dinas agar setiap proses pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek pekerjaan di masing-masing kedinasan, dikoordinasikan dengan Wawan, yang merupakan pemiliki dan Komisaris PT Balipasific Pragama. (kp)