IDNUSA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Muhammad Syafi'i atau biasa disapa Romo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menjadikan kasus e-KTP seperti kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) soal dugaan penistaan agama dan kasus reklamasi teluk Jakarta.
Jangan sampai, tegas Syafi'i, KPK tebang pilih dalam penanganan kasus e-KTP seperti kasus Ahok. Pasalnya, kasus e-KTP merupakan kasus korupsi besar yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
"Dalam kasus e-KTP saya menghimbau KPK untuk tidak lagi tebang pilih seperti kasus Ahok," kata Syafi'i kepada TeropongSenayan di Jakarta, Senin (20/3/2017).
Di sisi lain, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini meminta semua pihak untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah. Namun, lanjut Syafi'i, KPK harus juga menerapkan prinsip kesamaan di depan hukum kepada siapapun yang di duga terlibat dalam kasus e-KTP.
"Intinya KPK tidak boleh by order (sesuai pesanan) harus menerapkan kesamaan di depan hukum," terangnya.
Diketahui, Ketua DPR RI Setya Novanto disebut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Setya Novanto diberi jatah Rp 574 miliar dari total nilai pengadaan e-KTP.
Novanto diduga menjadi pendorong disetujuinya anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
"Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong mendapat bagian sebesar 11 persen, atau sejumlah Rp 574,2 miliar," ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3/2017). (ts)