IDNUSA, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali berseteru dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini, karena nama Fahri Hamzah tiba-tiba muncul dalam persidangan kasus suap pajak yang juga melibatkan adik ipar Presiden Jokowi, Arief Budi Sulistyo.
KPK pun mengaku membuka peluang untuk memeriksa Fahri Hamzah. Sebab, bukan tidak mungkin, Fahri juga terbelit kasus pajak seperti yang tengah diusut KPK melibatkan Bos PT Eka Prima Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair yang kini sudah jadi terdakwa.
"Nama-nama yang belum sempat diperiksa dalam proses penyidikan dimungkinkan untuk dihadirkan sebagai saksi jika keterangannya dibutuhkan jaksa untuk pembuktian maupun atas perintah majelis hakim," kata Febri di Gedung KPK, Rabu 22 Maret lalu.
Awal mula nama Fahri Hamzah disebut dalam sidang ketika terdakwa Handang Soekarno yang menangani sejumlah wajib pajak bersaksi di sidang Tipikor. Jaksa bertanya tentang barang bukti berupa dokumen yang disita dari tas Handang. Dari situ muncul nama artis Syahrini.
Jaksa juga mengungkap percakapan Handang dengan ajudan Dirjen Pajak, Andreas Setiawan melalui pesan WhatsApp. Di sinilah, nama Fahri Hamzah dan koleganya di DPR Fadli Zon terkuak. Jaksa menduga, nama-nama itu juga 'bermain' pajak dengan Handang.
Tak terima dengan hal itu, Fahri pun naik pitam. Beragam tudingan ditujukan kepada KPK. Memang Fahri Hamzah dikenal sangat kencang mengkritik KPK sejak dulu.
KPK kayak preman kampung
Fahri menegaskan, tidak takut manuver lembaga antirasuah itu dengan memunculkan namanya dan Fadli dalam kasus suap pajak. Dia tak segan menyebut cara KPK membungkam kritikan itu sebagai manuver 'kampungan'.
"Yang begini gini nih kita enggak takut lagi yang begini gini. Mau nakut-nakutin orang dengan cara begitu, kayak orang kampung aja, preman kampung," kata Fahri.
KPK sering lobi-lobi
Fahri menuding KPK kerap melakukan lobi dalam menangani perkara. Menurut dia, tidak jarang KPK menghilangkan nama dan memunculkan nama lain dalam sebuah kasus karena lobi tersebut.
"KPK itu ada lobi-lobi termasuk lobi untuk memisahkan perkara, lobi untuk memisahkan, niat jahat lobi untuk memberikan pretensi orang aktif atau tidak aktif ini semua lobi itu. Dan itu yang saya bilang KPK itu harus diawasi. Karena dia berpeluang juga untuk di lobi-lobi menghindarkan orang," kata Fahri.
Penyidik KPK bermasalah
Parahnya lagi, kata Fahri, sebagian besar penyidik yang bermasalah dan telah dipecat Mabes Polri tetap diberi kewenangan oleh KPK untuk menyidik suatu perkara.
"Ini KPK penyidiknya sudah dipecat Mabes Polri, masih kerja, masih manggil orang, masih nyidik orang. Kayak enggak ada dosa saja. Padahal kelakukannya dan kesalahannya banyak," tegasnya.
Fahri pun menilai, KPK saat ini cenderung anti kritik. Namun, di saat ada pihak yang mengkritik kinerja mereka, justru KPK bereaksi dengan menyeretnya dalam kasus tertentu.
"Cuma mereka menikmati karena enggak ada yang berani kritik dan mereka menikmati betul enggak dikritik orang. Begitu ada yang berani kritik dianggap musuh. Ini kan alam pikiran lama ini, mental otoriter zaman dulu," ujar Fahri.
Fahri tantang KPK periksa Jokowi
Fahri geram mendengar pernyataan pihak KPK. Fahri menantang KPK untuk memanggil Presiden Joko Widodo untuk membuktikan dugaan keterlibatan adik iparnya Arief Budi Sulistyo di kasus itu.
"Kenapa enggak dia panggil Jokowi aja, buat klarifikasi itu adik iparmu beneran enggak? Berani enggak begitu?" kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/3).
Menurutnya, KPK tidak bisa sembarangan memanggilnya dan Fadli Zon terkait kasus ini meskipun atas perintah hakim atau Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pemanggilan seseorang dalam persidangan, kata dia, harus sesuai amanat UU bukan subjektifitas hukum.
"Urusan apa dipanggil. Eh memanggil orang itu hak memanggil orang itu namanya hak yang diberikan oleh UU. Enggak boleh semua orang sembarangan dipanggil, ngawur itu. Ini emangnya negara ini punya dia apa, sembarangan mau manggil orang enggak ada relevansinya apa," tegas dia.
KPK langgar UU Pajak
Fahri menilai KPK telah melakukan pelanggaran hukum karena membuka dokumen pajak dirinya dan Fadli di persidangan. Urusan pajak, kata dia, bukan urusan KPK. KPK dianggap telah melakukan sandiwara politik dengan memunculkan namanya dengan tujuan menyerang karena kerap mengkritik kinerja KPK.
"Mereka yang sudah melakukan kesalahan, mereka membuka rahasia pajak, itu melanggar UU Pajak. Mereka membuat sandiwara di ruang sidang dengan niat menyerang orang. Tidak ada bukti apapun yang bisa dia temukan tentang saya. Dan kalau adapun urusan pajak bukan urusan KPK," tegas Fahri.
"Kalau saya menyuap atau disuap itu urusannya dengan KPK. Kalau ada dokumen perpajakan saya yang saya lagi ngurusin pajak itu bukan urusan KPK. KPK harus tahu diri. Mereka telah melakukan pelanggaran, abuse keluar dari kewenangannya dan mereka harus dipanggil," tambahnya.
Melalui Komisi III, Fahri akan menanyakan masalah ini kepada KPK. Fahri memperingatkan lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu untuk tidak bertindak seperti preman dengan mengancam orang-orang yang mengkritik mereka.
"Saya akan minta Komisi III juga supaya mereka ditanya soal ini. Apa mereka mau jadi preman-preman pasar? Tekan-tekan orang, teror-teror orang itu maunya begitu? Enggak usah belagu, KPK itu diawasi DPR, bukan DPR diawasi KPK, jangan dibalik-balik," tutupnya. (mdk)