logo
×

Minggu, 19 Maret 2017

Bantu Pengusaha Jepang Urus Pajak, Luhut: Ditjen Pajak Salah

Bantu Pengusaha Jepang Urus Pajak, Luhut: Ditjen Pajak Salah

IDNUSA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengaku pernah terlibat menyelesaikan masalah pajak perusahaan Jepang di Indonesia. Alasannya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah melakukan kesalahan pencatatan data.

Luhut menjelaskan, dirinya sempat mendapat keluhan dari beberapa pengusaha Jepang yang beroperasi di Indonesia perihal pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh Ditjen Pajak. Keluhan tersebut juga disampaikan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe kepada Luhut dalam suatu pertemuan di Jepang beberapa bulan lalu.

"Mereka sampaikan keluhan berat di situ," ujar Luhut di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/3). Oleh sebab itu, saat pulang ke Indonesia, dia langsung menanyakan soal pencabutan PKP tersebut kepada jajaran Ditjen Pajak.

Saat itu, menurut Luhut, Ditjen Pajak mengakui adanya kesalahan dalam pencatatan data PKP. Alhasil, Ditjen Pajak sepakat membatalkan pencabutan PKP beberapa pengusaha Jepang tersebut. "Memang dari (Ditjen) Pajak salah, maka dicabut (dibatalkan)," kata Luhut.

Penjelasan Luhut tersebut menanggapi kesaksian Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv dalam sidang kasus suap pejabat pajak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/3).

Haniv mengungkapkan, ketika masih menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Luhut memanggil dirinya untuk membatalkan pencabutan pengukuhan status PKP beberapa perusahaan Jepang. Ketika itu, Luhut mengatakan Duta Besar Jepang telah melapor kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan meminta agar pencabutan PKP segera dibatalkan.

Menurut Haniv, setelah melapor kepada Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi tentang permintaan tersebut, pencabutan PKP pun dibatalkan. Haniv pun mengaku mendapatkan ucapan terima kasih dari para pengusaha Jepang. "Datang ke saya, mereka bilang terima kasih," katanya.

Haniv mengungkapkan cerita tersebut sebagai contoh pembanding dengan keputusan Ditjen Pajak membatalkan pencabutan pengukukan PKP PT EK Prima Ekspor (EKP). Saat ini, perusahaan tersebut tersangkut kasus dugaan suap terhadap Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno dan kasusnya tengah disidangkan.

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 21 November 2016. Penyidik pajak Handang ditangkap bersama Direktur EKP Ramapanicker Rajamohan. Rajamohan diduga menyuap Handang Rp 1,9 miliar dari janji total Rp 6 miliar.

Suap tersebut untuk membatalkan tunggakan surat tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN) PT EKP, sebesar Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015. Perusahaan ini disebut-sebut berkepentingan menghapus tunggakan agar bisa mengikuti program pengampunan pajak. (kd)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: