IDNUSA, VIRGINIA - Sejumlah agen muslim FBI mengaku mengalami diskriminasi di internal lembaga. Mereka bahkan kerap dicurigai oleh rekan-rekan kerjanya, hanya karena latar belakang agama. Hal tersebut terjadi, setelah kebijakan Donald Trump yang menyudutkan Islam diterbitkan.
Sejak kebijakan Trump diterbitkan, agen yang berasal dari negara mayoritas Islam mendapatkan banyak kesulitan. Mereka diharuskan bekerja dalam sebuah biro tertentu, yang notabene didominasi kulit putih.
Sam Barodi, seorang intel dan analis bahasa FBI yang beragama Islam, belum lama ini dipecat dari dinasnya. Ia resmi diberhentikan pada 1 Februari 2017.
Sam mengaku, sebelum pemecatan, FBI melakukan investigasi terhadap dirinya selama setahun. Sam menduga pemecatan dirinya merupakan awal dari sebuah proses “pembersihan” terhadap agen Muslim yang berada di lembaga keamanan nasional AS.
Sebelum dipecat Sam dan rekan-rekannya bahkan sempat mengirim surel berupa laporan kepada Direktur FBI James Comey. Dalam surelnya, Sam menekankan FBI tengah menghadapi peningkatan permusuhan petugas Muslim atau Timur Tengah (Timteng) di lingkungan internal. Sebab dalam praktik dan budaya kerja, agen Muslim kerap dicurigai, bahkan didiskriminasi.
Setelah cukup banyak laporan dan desakan, pada pertengahan 2016 lalu, Comey akhirnya menggelar pertemuan dengan perwakilan minoritas di internal FBI. Selain Muslim, hadir pula perwakilan dari kelompok Amerika-Afrika, Amerika-Asia, termasuk LGBT. Dalam kesempatan tersebut, Comey, kata Sam, mendengarkan “kisah perjuangan” petugas minoritas FBI.
Di antara sekian banyak cerita, salah satu yang dibahas, menurut pengakuan Sam adalah perihal akun milik agen kulit putih FBI yang kerap mengumbar islamofobia. “Termasuk mereka yang menyalahkan Islam dalam kasus terorisme dan mencurigai rekan Muslim mereka yang disebut lebih mematuhi hukum syariat daripada konstitusi AS,” kata Barodi. (ps)