IDNUSA - Langkah Polres Jombang menyebar lembar isian untuk mendata para kiai di Jombang mendapat sorotan miring. Selain cara yang digunakan dinilai kurang layak, para kiai mempertanyakan tujuan pendataan yang disebut-sebut tidak jelas.
"Ya duduk bareng lah, apa perlunya pendataan perlu diterangkan," ujar KH Salahuddin Wahid, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, kemarin.
Adik kandung Gus Dur tersebut juga menyesalkan cara yang diambil pihak kepolisian dalam melakukan pendataan. "Yang kami alami, formulir ditaruh di pos satpam. Seharusnya tidak begitu caranya. Duduk bareng, apa yang ingin dicapai," terangnya.
Jika cara seperti itu yang ditempuh, wajar jika muncul pertanyaan-pertanyaan yang bisa jadi menimbulkan penerimaan negatif di kalangan para kiai. "Kami punya pengalaman sekian puluh tahun lalu yang tidak baik. Tapi, kami tetap berbaik sangka. Hal seperti itu bisa menimbulkan miskomunikasi," tutur dia.
Apalagi, sekarang banyak suara gerakan radikal. Ada orang-orang yang berpotensi menjadi teroris. "Maka dari itu, tujuan yang baik bisa jadi berbeda jika cara yang digunakan salah. Maka dari itu, duduk bareng dulu, dijelaskan tujuan pendataan apa," ujar dia.
Dulu juga ada pendataan seperti itu untuk pesantren. Sebab, ada kekhawatiran akan gerakan teroris. "Kalau memang ada dugaan seperti itu, kita atasi bersama. Kita yakinkan bersama bahwa keyakinan seperti itu keliru, tujuan dan caranya diluruskan bersama," bebernya.
Hal senada disampaikan pengasuh Ponpes Al-Farros Desa Cukir, Kecamatan Diwek, KH Irfan Yusuf. Dia mengaku resah dengan adanya pendataan terhadap kiai yang dilakukan oleh polisi. "Ini aneh. Saya sudah 30 tahun jadi pengasuh pondok pesantren, baru kali ini dilakukan pendataan. Ini mengingatkan fenomena menjelas gestapu,” ujar Gus Irfan yang merupakan cucu pendiri NU KH Hasyim Asyari. (jp)