"Anda Berbohong"
Saya menunggu beberapa hari hingga akhirnya menulis catatan ini. Setelah saya mendapatkan transkrip dan rekaman langsung apa yang terjadi dari sidang penistaan agama, yang berujung ancaman kepada Kiai, barulah sy confident sekali menuliskannya. Berikut saya tuliskan percakapan pada bagian yang menjadi ‘masalah serius’ itu:
“Saudara saksi, apakah pada hari Kamis, ada telepon dari Pak SBY jam 10.16 menit yang menyatakan adalah: Pertama, mohon diatur supaya Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU. Kedua, Pak SBY minta segera dikeluarkan fatwa penistaan agama yang dilakukan terdakwa.”
Pak Kiai: “Tidak ada.”
“Sekali lagi kami tanyakan. Ada atau tidak?”
Pak Kiai: “Tidak ada.”
Clear sekali ini pertanyaan dan jawaban. Coba baca pertanyaan tersebut? Mereka sedang bluffing, menjebak Kiai dengan pertanyaan yg jelas jawabannya ‘Tidak ada’, lantas mengggoyang isunya: Kiai berbohong soal menerima telepon.
Coba baca sekali lagi, Kiai ditanya apakah SBY minta segera dikeluarkan fatwa penistaan agama? Jawabannya tidak ada. Coba kalau pertanyaan pengacara jadi begini: “Apakah Kiai menerima telepon dari SBY hari Kamis 6 Oktober 2016?” (tidak ada embel2 lain soal SBY), kalau Kiai jawabnya ‘Tidak ada’, baru bisa kena pasal berbohong. Tapi kenapa pengacara tidak bertanya lurus begitu? Mereka jagonya bikin skenario. Ini framing tingkat tinggi.
Nah, kalau yang diributkan bahwa Kiai bohong dia pernah menerima telepon SBY. Hello, situ kemana saja? 7 Oktober 2016, Pak Kiai sudah dari dulu bilang dia memang ditelepon oleh SBY, dia bilang ke wartawan. Ada beritanya di website liputan6. Semua yg baca berita itu juga sudah tahu. Sy juga bingung sekali awalnya saat mengetahui soal ini, bukankah memang itu nyatanya? Baiklah, sy menunggu mendapatkan rekaman sidang, biar clear sekali apa sih sebenarnya yg terjadi.
Nah, sekarang yang menjadi serius adalah, pengacara menuduh Kiai berbohong atas apa dulu? Bahwa Kiai berbohong karena SBY minta dia mengeluarkan fatwa? Kalau yang ini, silahkan pengacara buktikan dengan transkrip dan rekaman dari telepon SBY ke Kiai. Maka kita akan sama2 tahu apakah Kiai berbohong atau tidak. Atau pengacara terdakwa cuma jago bluffing doang. Tapi kalau situ cuma fokus pada Kiai bohong, tidak mau mengaku soal telepon tersebut, situ sih cuma bersilat lidah. 4 bulan lalu, di berita, Kiai juga sudah bilang.
Sayangnya, jebakan betmen ini gagal total, gatot. Kenapa? Karena ada yang emosi banget. Marah2, mengancam pula. Sementara yang diancam cuma tersenyum.
Baiklah, sebagai penutup, dalam sebuah kisah, saya pernah ditanya, “Saudara Tere Liye, apakah Anda pernah menulis Hafalan Shalat Delisa yang ceritanya bersetting-kan di Kalimantan?” Maka jika saya jawab, “Tidak ada.” Lantas yang nanya ngotot, “Anda bohong, Tere Liye, Anda jelas2 menulis Hafalan Shalat Delisa.” Duuh, kalian yang pernah baca dan nonton film itu pasti tahu sekali, saya tidak sedang berbohong, bukan? Sejak jaman jebot saya juga sudah bilang, saya-lah penulis novel Hafalan Shalat Delisa. Tapi sorry, dek, kalau situ maksa bahwa settingnya di Kalimantan. Maksa banget sy harus mengakuinya. Jawabannya: Tidak.
Paham sekarang?
(Tere Liye)
NB:
*jika kalian menemukan akun medsos di luar sana yg masih cengengesan menuduh Kiai bohong, suruh dia baca postingan ini. atau minta dia cari rekaman sidang tersebut.
**silahkan repos, share, tulisan ini kemana2, tidak perlu lagi minta ijin.
Sumber: Fb Tere Liye
(pi)