Nusanews.com - Tajuk rencana suratkabar nasional Amerika Serikat USA Today hari Jumat (30/9) dimulai dengan kalimat berikut: "Dewan Redaksi tidak pernah berpihak dalam pemilihan presiden. Kami melakukan itu sekarang."
Dalam tajuk rencana berjudul "Trump is 'Unfit for the Presidency'" (Trump Tidak Layak Menjadi Presiden), suratkabar itu mengklaim bahwa dalam 34 tahun sejarah berdirinya USA Today, mereka tidak pernah menunjukkan keberpihakan dalam pemilihan presiden AS.
Namun karena sejumlah alasan mendasar, akhirnya mereka memutuskan untuk membujuk para pemilih agar tidak mmeberikan suaranya kepada Donald Trump.
"Tahun ini, pilihannya bukan antara dua kandidat partai besar yang cakap, yang kebetulan memiliki perbedaan ideologi tajam. Tahun ini, salah satu kandidat -- mewakili Partai Republik Donald Trump -- dinilai tidak layak menjadi presiden oleh konsensus secara bulat Dewan Redaksi," tulis tajuk tersebut.
"Sejak hari ketika dia mengumumkan pencalonannya 15 bulan yang lalu hingga debat calon presiden pertama pekan ini, Trump telah berulangkali menunjukkan bahwa dia tidak memiliki temperamen, pengetahuan, kesiapan, dan kejujuran yang dibutuhkan Amerika dari para presidennya."
Menurut USA Today, Trump telah mengkhianati komitmen fundamental seluruh presiden Amerika sejak Perang Dunia II, yaitu dukungan tanpa syarat kepada Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), oposisi terhadap agresi Rusia, dan jaminan bahwa Amerika akan membayar semua utangnya.
Karena pemilihan presiden kurang dari enam pekan lagi sementara jajak pendapat tentang dua kandidat relatif masih berimbang, maka USA Today merinci sejumlah alasan kenapa Trump tidak layak menjadi presiden.
Berikut poin-poinnya:
"Dia plin-plan."
Menurut suratkabar tersebut, dalam begitu banyak persoalan Trump tidak pernah bisa secara pasti menunjukkan posisinya. "Memahami posisi kebijakannya seperti menembak target yang bergerak," tulis USA Today. Selain itu dia hanya bicara slogan dan tujuan tanpa rencana terukur untuk mencapainya, misalnya "dia akan mengganti Obamacare dengan 'sesuatu yang hebat'."
"Dia tak punya bekal menjadi panglima tertinggi."
Ucapan-ucapan Trump tentang kebijakan luar negeri seperti dia kurang informasi dan tidak relevan. Dan bukan hanya kubu Partai Demokrat yang mengatakan itu, banyak petinggi Partai Republik dalam masalah keamanan telah menandatangani surat terbuka yang menyebut visi kebijakan luar negeri Trump sangat tidak konsisten dan secara prinsip tak punya dasar, kata USA Today.
"Dia suka menghakimi."
Sejak awal, Trump membangun kampanyenya dengan sikap intoleran dan xenophobia (curiga dengan orang atau budaya asing), menyerang keturunan Meksiko, kaum Muslim dan imigran dengan celaan. Usulan dia untuk melakukan deportasi massal dan tes agama bagi imigran berlawanan dan tidak bisa dilaksanakan menurut nilai-nilai yang dianut Amerika.
"Trump memicu sentimen rasis."
USA Today mencontohkan serangan Trump terhadap hakim federal di Indiana yang merupakan keturunan Meksiko, dan gerakan "birther" dia untuk mempertanyakan legitimasi presiden kulit hitam pertama AS, Barack Obama. Gerakan "birther" ini mengungkap persoalan apakah Obama lahir di Amerika, padahal masalah tersebut sudah lama diselesaikan dengan keberadaan sertifikat kelahiran presiden yang masih menjabat itu.
"Karir bisnisnya dipertanyakan."
Trump mengincar kursi presiden berdasarkan prestasi-prestasi dia sebagai pengembang real estate dan wirausahawan. Namun bisnisnya dimulai dengan gugatan Kementerian Kehakiman pada 1973 karena dia dan ayahnya diduga secara sistematis mendiskriminasi warga kulit hitam ketika menyewakan rumah. Perusahaan-perusahaan Trump sempat mencapai kesuksesan finansial luar biasa, namun track record dia juga diwarnai enam pernyataan bangkrut, penyalahgunaan yayasan amal keluarga, dan tuduhan penipuan terhadap Trump University. USA Today juga mengklaim memiliki data ribuan gugatan terhadap Trump dalam tiga dekade terakhir.
"Dia tidak terbuka pada rakyat Amerika."
Apakah Trump memang kaya seperti kata dia? Tak seorang pun tahu, sebagian karena dia menolak merilis retur pajaknya. Dalam soal ini, hanya dia calon presiden dari partai besar yang menutup diri soal pajak dalam empat dekade terakhir. Dengan demikian, tidak ada yang tahu apakah dia juga membayar pajak dengan semestinya.
"Dia bicara sembarangan."
Dalam beberapa hari setelah konvensi Partai Republik, dia mengundang para peretas Rusia untuk terjun ke pemilihan presiden Amerika dengan merilis email Hillary Clinton, dia mengangkat isu tentang "orang-orang Second Amendment" untuk menghalangi penunjukan hakim agung oleh Clinton (kelompok Second Amendment adalah pendukung kepemilikan senjata sehingga omongan Trump ini diartikan media sebagai ajakan pembunuhan terhadap Clinton). "Sulit dibayangkan ada dua pernyataan tidak bertanggung jawab dari satu calon presiden saja," tulis USA Today.
"Dia merendahkan dialog nasional."
"Pernahkan Anda bayangkan bahwa seorang calon presiden akan membahas ukuran genitalnya di debat Partai Republik yang disiarkan televisi secara nasional? Pernahkan Anda bayangkan seorang calon presiden yang dulu menolak dinas di militer bisa mengkritik orangtua yang kehilangan seorang putranya di Irak? Pernahkah Anda bayangkan seorang calon presiden akan mengejek seorang wartawan difabel? Kami juga tidak pernah," kata USA Today. Ditambahkan bahwa ketidakmampuan Trump untuk menerima kritik membuatnya mirip mantan presiden Richard Nixon, yang sibuk membuat daftar para musuh dan berusaha membalas para pengkritik.
"Dia adalah pembohong kambuhan (serial liar)."
"Meskipun berbagai jajak pendapat mengindikasikan bahwa Clinton kurang jujur dan kurang bisa dipercaya dibandingkan Trump, namun ini bahkan bukan kontes yang ketat. Trump bermain dalam liganya sendiri kalau kita bicara soal kualitas dan kuantitas kebohongannya," kata media tersebut. Kalau dia ditanya soal kebohongan yang dulu, misalnya bahwa dia selalu menegaskan kalau dia menentang perang Irak, maka dia akan menggunakan teknik yang sama dengan mengulanginya begitu sering, sehingga orang-orang mulai percaya.
Namun USA Today mengingatkan bahwa tajuk ini bukanlah endorsement kepada Clinton, karena Dewan Redaksi tidak bisa mencapai konsensus tentang hal itu. Clinton juga dikritik karena skandal email ketika menjabat menteri luar negeri.
Meskipun Clinton dinilai jauh lebih baik dari Trump, USA Today mendorong para pemilih untuk membuka wawasan lain, seperti calon ketiga.
"Apapun juga, berikan suara Anda, hanya saja jangan untuk Donald Trump," pungkas tajuk tersebut. (bs)