Nusanews.com - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik bersaksi di Pengadilan Tipikor dalam kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi dengan terdakwa mantan Anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi, di pengadilan Tipikor ruang Koesoemah Amadja, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016) malam.
Pantauan dilokasi, kini keduanya sudah ada di ruang sidang Tipikor. Mereka dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain Prasetio, hadir juga Anggota DPRD lain yang juga dipanggil sebagai saksi. Yaitu, Muhamad Ongen Sangaji, Bestari Barus, dan Merry Hotma, Slamet Nurdin.
Kepada hakim, Prasetio mengaku tidak tahu menahu perihal uang yang diterima Sanusi dari Ariesman. Menurutnya, uang tersebut tidak ada kaitannya dengan kegiatan kedewanan sama sekali, dalam hal ini pembahasan Raperda zonasi.
"Saya tidak tahu (uang) itu, yang jelas tidak ada kaitannya dengan pembahasan Raperda," tegas Prasetio di hadapan majelis Hakim Tipikor.
Diketahui, dalam beberapa sidang sebelumnya, sejumlah saksi sudah dihadirkan. Diantaranya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, bos Agung Sedayu Group Aguan Sugianto, dan Richard Halim Kusuma.
Seperti diketahui, Sanusi didakwa menerima suap Rp 2 miliar dari bekas Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja melalui Trinanda Prihantoro demi memuluskan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).
Namun, sejak awal penasihat hukum Sanusi, Krina Murti mengaku bahwa uang tersebut tidak ada kaitannya dengan tuduhan Jaksa yang menyebut uang itu sebagai suap.
Krisna Murti menyebut uang yang diberikan oleh Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja kepada kliennya hanya sebagai pertemanan.
Alasannya, adalah karena rencana memuluskan Raperda zonasi itu bukan kewenangan dari Sanusi.
"Uang yang diterima bang Sanusi bukan uang suap, yang tidak dalam kapasitas kewenangannya untuk menerima uang tersebut," kata Krisna beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan bahwa Sanusi dan bos APL itu adalah rekanan bisnis properti sejak tahun 2005. Sehingga pemberian uang Rp 2 miliar itu bukanlah uang pemulus agar perda bisa diakali, melainkan pemberian dari seorang teman.
"Iya, bang Uci (Sanusi) dan Ariesman kan kenal sejak 2005. Sama-sama pengusaha, kerja sama di bidang properti, istilahnya ini uang pertemanan. Bukan uang suap. Tidak ada hubungannya (dengan Raperda)," tegas dia. (ts)