
Nusanews.com - Sepak terjang kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transdgender (LGBT) untuk mendapatkan pengakuan di mata masyarakat Indonesia.
Bahkan para kelompok LGBT yang ternyata didukung oleh sebuah kelompok dari luar negeri ini, baik moril maupun secara keuangan, sungguh sangat luar biasa, dan mereka tidak berhenti hanya di satu sisi, hingga ke DPR RI dan juga DPD RI sudah disusupi oleh pengikut dan pendukung mereka.
Hal ini terungkap ketika dalam seminar Penanganan Perempuan dan Anak, Kamis (11/8) yang dilaksanakan di Gedung BPMJ Polda Metro Jaya oleh Senator DPD RI, Fahira Fahmi Idris, bekerjasama dengan Polda Metro Jaya dan Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI).
Dalam seminar Fahira menceritakan bagaimana mereka sedang menggodok rancangan UU tentang kekerasan terhadap anak dan perempuan, tiba-tiba beberapa poin siluman yang menyangkut soal LGBT ikut masuk.
Fahira selaku wakil ketua Komite III DPD RI yang juga membidangi perempuan dan anak yang meminta agar UU nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT) dianggap masih terdapat kelemahan, seperti perlindungan terhadap pembantu rumah tangga.
Belum lagi persoalan soal sanksi pidana yang dianggap sama sekali tidak memberikan efek jera kepada pelaku, apalagi lemahnya perlindungan bagi mereka yang berumah tangga namun tidak tercatat dalam catatan resmi.
“Dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), rupanya juga tidak luput dari keinginan para kelompok LGBT agar bisa diikutsertakan di dalamnya,” ujar Fahira di hadapan peserta forum seminar.
Menurut salah satu peserta Seminar, Ajeng Cute JR, LGBT bukan persoalan kekerasan seksual, “banyak teman saya yang lelaki justru merasa muak dan jengkel dengan tingkah laku para LGBT,” ujarnya.
Safrin Yusuf Wakil Sekjen Badan Koordinasi Mubaligh Se-Indonesia, mengatakan jika LGBT dimasukkan dalam RUU-PKS maka hal itu justru akan bertentangan dengan UUD.
“Walaupun Indonesia bukan negara agama, namun dalam UUD pasal 29 ayat 2, sudah jelas tidak ada satupun agama yang membenarkan adanya kaum LGBT,” ujar Safrin.
Maka menurut Safrin sudah jelas jika LGBT bukan sebuah keharusan untuk mendapatkan tempat khusus di dalam RUU-PKS, karena agama hanya menyebutkan, jenis Laki-laki dan perempuan, dan juga kelompok anak-anak, remaja dan orang tua.
“Jikapun ada dalam kitab suci disebut nama kaum LGBT, namun bukan membenarkan keberadaan mereka, dan itu artinya keberadaan mereka ditentang oleh agama,” ujar Safrin.
Fahira Idris sendiri sangat menyesalkan adanya oknum-oknum yang justru terkesan membela keberadaan mereka, dan memasukkan poin-poin tentang LGBT dalam RUU-PKS.
Fahira yang dikenal sejak tahun 2010 lalu menentang keberadaan minuman keras dan ketika maraknya kaum LGBT mulai berani menunjukkan diri, sejak Amerika melegalkan perkawinan sesama jenis.
Rupanya kaum LGBT di Indonesia juga merasa jika mereka juga harus bisa mendapatkan pengakuan, namun itu justru memantik reaksi penolakan sangat keras dari berbagai penjuru Indonesia, bahkan pihak televisi yang sering mempertontonkan acara, dimana para lelaki yang berlaku lemah gemulai juga tidak luput dari kecaman.
Namun ada sebuah stasiun televisi justru memaksakan diri untuk mendukung bahkan parahnya memberikan ruang kepada kaum yang dianggap memiliki kelainan jiwa ini, dengan menampilkan salah satu tokoh LGBT bernama Hartoyo, yang mendukung keberadaan JIL bahkan pernah menghina orang Sunda jika mengaji mirip suara anjing. Hartoyo yang tampil didandani pakaian mirip seorang Ustadz, namun dalam penampilan kesehariannya justru memakai pakaian wanita. (pb)