Nusanews.com - Aktivis KontraS Haris Azhar menyebut dalam testimoni terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, ada suap Rp 450 miliar kepada pejabat Badan Narkotika Nasional (BNN). Pernyataan Haris itu dianggap sembarangan.
Hal itu disampaikan Kabag Humas BNN Slamet Pribadi di Samarinda, Kamis (4/8). Seharusnya, kata dia, Haris segera menyampaikan informasi itu kepada pihak BNN dan tidak langsung ke publik. Apalagi Haris dianggapnya kenal dengan dirinya.
"Untuk itu, menginformasikan jangan sembarangan, langsung dibuka, ada saluran-saluran. Haris kan sudah kenal dengan saya, Pak Slamet, ini lah tolong sampaikan Pak Buwas (Budi Waseso, Kepala BNN). Jangan langsung," kata Slamet.
Slamet merasa uang Rp 450 juta kepada pejabat BNN dirasa sulit untuk diberikan. Duit sebesar itu tentu tidak bisa ditransfer sembarangan.
"Oleh karena itu, apapun dia sampaikan, itu bagian dari pemeriksaan. Soal (narkoba) dari China, CCTV, uang Rp 450 miliar. Itu bukan uang kecil, kalau dipindahkan secara fisik, berapa mini bus?" ujarnya.
"Kalau transfer, pasti ketahuan, baik pengirim maupun penerima karena profil pengirim dan penerima tetap. Itu gambaran singkat," tambahnya.
Terkait keterlibatan BNN, Slamet enggan institusinya disalahkan. Dia merasa peran masyarakat justru lebih penting maraknya peredaran narkoba.
"Masyarakat sebagai beking. Indikator peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba itu ada tiga. Pertama, indikator pengirim yang mengirim narkoba. Kedua, penegak hukum dan penegakan hukum, apakah tetap jadi beking, membiarkan? Indikator ketiga, korban pengguna narkotika. Apakah masih mengonsumsi atau tidak? Kalau masih mengonsumsi, maka teori supply and demand, permintaan dan penawaran akan berlaku," terang Slamet. (mdk)