Nusanews.com - Umat Muslim di Kutub Utara punya kehidupan berbeda dengan umat Muslim di bagian Bumi lain. Mereka berjuang untuk beribadah meski suhunya di bawah 0 derajat.
Umat Muslim tersebar di berbagai negara. Ada yang di kawasan tropis, negeri empat musim sampai di dekat wilayah kutub. Tiap negara yang didiami umat Muslim pun memiliki banyak perbedaan. Beberapa dari mereka menjadi mayoritas, beberapa lainnya menjadi minoritas.
Bagi kita yang di Indonesia sudah tak asing dengan kehidupan umat Muslim. Adzan berkumandang di mana-mana, setiap hari selama 5 waktu. Di bulan Ramadan, suasana puasa begitu berasa dengan rumah makan yang ditutupi tirai di siang hari.
Lantas, pernahkah Anda berpikir tentang kehidupan umat Muslim di belahan Bumi lain. Atau mungkin yang ini jarang terbesit di benak orang-orang, apakah ada umat Muslim yang hidup di dekat Kutub Utara?
Jawabannya, iya, ada. Dari informasi yang dirangkum detikTravel, Kamis (30/6/2016) setidaknya ada dua kota yang ditempati umat Muslim dan lokasinya dekat dengan Kutub Utara, yang jaraknya hanya hitungan ratusan kilometer dari Lingkar Arktik (suatu garis imajiner penanda kawasan Kutub Utara)
Dua kota itu adalah Kota Norilsk di Rusia dan Kota Inuvik di Kanada. Norilsk berjarak 402 km dari Lingkar Arktik, sedangkan Inuvik lebih dekat jaraknya 200 km. Jarak yang terbilang cukup dekat dari Kutub Utara, yang ditandai dengan suhu di dua kotanya mencapai minus puluhan derajat Celcius!
Sedikit sejarah soal Islam di Norilsk dan Inuvik, Islam di dua kotanya didatangkan oleh para pendatang dari Mesir, Siberia, Azerbaijan dan negara-negara Aisa Tengah. Mereka datang untuk bekerja, serta tetap memegang teguh ajaran Islam. Meski jumlahnya minoritas, mereka tidak berkecil hati.
Suhu yang Super Dingin dan Matahari Bersinar 24 Jam
Dua kota tersebut punya dua hal yang tidak dimiliki oleh kota-kota lain di dunia. Pertama soal suhu yang super dingin, kedua matahari di sana dapat bersinar 24 jam yang artinya tidak ada malam hari.
Dua hal tersebut itu pun, menjadi tantangan bagi umat Muslim di Norilsk dan Inuvik. Bayangkan, suhu di Norilsk dapat menyentuh angka minus 50 derajat Celcius. Tak sampai di situ, dalam setahun kotanya bakal ditutupi salju selama 250 sampai 270 hari dan badai salju mencapai 110 sampai 130 hari.
Sama halnya dengan di Inuvik, yang suhunya juga di angka minus 50 derajat Celcius. Suhu yang sangat dingin, menusuk tulang dan membuat orang lebih nyaman menghangatkan diri di dalam rumah. Tapi ternyata itu tidak berlaku bagi umat Muslim di Norilsk dan Inuvik. Karena mereka, tetap berjalan menembus salju demi datang ke masjid!
Norilsk dan Inuvik, masing-masing memiliki masjid yang bernama Nurd Kamal Mosque dan The Midnight Sun Mosque. Hampir setiap salat 5 waktu, masjid ini akan didatangi umat Muslim setempat untuk beribadah. Sekaligus, menjadi ajang silaturahmi bertemu sesama saudara Muslim.
Apalagi di bulan suci Ramadan, masjidnya bakal lebih penuh sepanjang hari. Pengajian Al Quran dan pemahaman Islam ditambah setiap hari, membuat umat Muslim makin lama berada di dalam masjid.
Dinginnya udara dan badai salju, tidak serta merta menyurutkan umat Muslim di Norilsk dan Inuvik untuk datang ke masjid. Mereka berjalan menembus badia dengan memakai pakaian tebal, untuk bisa datang ke masjid. Suhu 0 sampai minus puluhan derajat Celcius pun tak mampu menghalang semangat mereka untuk beribadah di Rumah Allah.
Satu tantangan lagi bagi umat Muslim di Norilsk dan Inuvik adalah matahari bersinar 24 jam, tepatnya di musim panas. Apabila bulan Ramadan jatuh di musim panas, maka artinya tidak akan ada adzan Maghrib di sana!
Lantas, bagaimana mereka menentukan waktu salat dan buka puasa? Menurut para ulama-ulama Muslim di dunia, terdapat dua cara untuk memeudahkannya. Cara yang pertama adalah, umat Muslim di Norilsk dan Inuvik dapat melihat jadwal salat di negara terdekat yang tidak diterangi matahari selama 24 jam. Cara kedua, umat Muslim di dua kota tersebut dapat melihat waktu salat di Makkah dan menjadikannya patokan.
Barangkali Anda tertarik untuk datang langsung ke Norilsk dan Inuvik. Untuk melihat kehidupan umat Muslim di sana lebih dekat, untuk melihat perjuangan mereka dalam beribadah. Perjuangan yang tak main-main, bukan sekedar menahan lapar dan haus atau melawan ngantuk demi datang ke masjid.
Perjuangan mereka, bisa dibilang mempertaruhkan nyawa. Berjalan melawan dinginnya badai dan melawan dinginnya udara dengan suhu di bawah 0 derajat, sungguh bukan perkara mudah. (dtk)