Nusanews.com - Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat menyebut surat permintaan fasilitas pendampingan dan penjemputan anak Fadli Zon kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia di New York, bukan permintaan Wakil Ketua DPR itu.
Menurut Kepala Biro Kerjasama Antar Parlemen (KSAP) Setjen DPR Saiful Islam, Fadli hanya menginformasikan dan meminta kepada stafnya agar melaporkan kedatangan anaknya, Shafa Sabila Fadli, ke KJRI New York.
Namun informasi tersebut, kata Saiful, diterjemahkan staf dengan membuat nota dinas. Nota yang ditujukan kepada Saiful itu memuat permintaan bantuan penjemputan kepada KJRI New York, dengan catatan biaya transportasi akan ditanggung pribadi.
Selanjutnya Biro KSAP membuat faksimili tentang rencana perjalanan dari keberangkatan Shafa. Namun format isi berita yang dibuat, kata dia, berdasarkan format kepentingan dinas anggota dewan untuk menghadiri konferensi internasional yang meminta pendampingan.
“Sehingga memberikan interpretasi yang kurang tepat,” ujar Saiful.
Saiful menambahkan, pada akhirnya pihak KJRI menjemput Shafa dari Bandara John F Keneddy ke Queens, New York dengan jarak 13 kilometer dan bukan ke lokasi Stagedoor yang mencapai 200 kilometer.
Saiful mengklaim, selama menjalani kegiatan di Amerika, Shafa tidak mendapat fasilitas kecuali penjemputan. Semua fasilitas menurutnya telah ditanggung penyelenggara. Atas kejadian ini, Saiful meminta maaf kepada Fadli dan Shafa.
Sementara, ditemui terpisah Fadli Zon menyatakan persoalan surat tersebut sudah jelas. Dia mengklaim tidak melanggar aturan.
“Tidak ada satu pun pasal konstitusi atau undang-undang yang saya langgar,” kata Fadli.
Menanggapi laporan Indonesia Corruption Watch dan koalisi masyarakat sipil atas dirinya ke Mahkamah Kehormatan Dewan, Fadli meminta agar mereka fokus pada kasus korupsi yang merugikan negara.
“Jadi kawan-kawan ICW saya sarankan masalah Sumber Waras saja, reklamasi ada ratusan miliar. Kalo ini tidak ada apa-apanya,” ujar dia.
Selain itu, lanjut Fadli, biaya transportasi Shafa saat dijemput KJRI, sudah diganti sebesar Rp2 juta yang disampaikan melalui Menteri Luar Negeri. Uang penggantian itu meliputi perkiraan bahan bakar dari bandara ke Queens sebesar US$100 atau sekitar Rp1,33 juta.
Sebelumnya gabungan masyarakat sipil yang mengatasnamakan Koalisi Antikatabelece yang terdiri dari ICW, Indonesia Budget Centre dan Perludem, melaporkan dugaan pelanggaran etik Fadli terkait surat ke kedutaan besar di Washington DC. Mereka juga melaporkan anggota DPR Rachel Maryan dengan tuduhan serupa.
“Keduanya kami duga melanggar kode etik DPR RI pasal 6 ayat 4 yang menyebutkan tentang larangan bagi anggota dewan menyalahgunaan jabatan untuk keuntungan baik keluarga maupun pribadi,” kata aktivis ICW Donald Fariz di Gedung DPR, kemarin.
Pada Peraturan DPR Nomor 1 tentang Kode Etik DPR, pasal 6 ayat 4 menyebutkan anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan golongan. (it)