Nusanews.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berpendapat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan atas keputusan penghentian reklamasi di atas Pulau G oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli.
Menurutnya, dibutuhkan revisi Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, untuk kemudian menjadi dasar hukum pelaksanaan reklamasi.
"Secara hukum, kalau saya kan (berpegang) Keppres. Ini (cuma sebatas) rekomendasi berarti kan? Ini mesti naik ke Presiden," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis (30/6/2016).
Ahok menyatakan akan berkiblat pada revisi dari Keppres tersebut, meski kerugian ekonomi atas pemberhentian reklamasi di Pulau G akan terjadi. Satu di antaranya, tingkat kepercayaan investor untuk berinvestasi di Jakarta yang merupakan ibu kota negara dipastikan turun.
Terlebih harus disadari bahwa ada rupiah hasil kontribusi tambahan dari pelaksanaan reklamasi Pulau G yang dimiliki PT. Agung Podomoro Land (APL).
"Kita ikut dong (revisi Keppres) masa lawan Presiden. Kerugian ekonomi (pembatalan reklamasi) ya banyak dong, pengusaha keyakinan investasi juga mundur," imbuh Ahok.
Sebelumnya, Menko Rizal memutuskan untuk menghentikan reklamasi Pulau G selamanya karena telah melakukan pelanggaran berat.
"Reklamasi Pulau G memenuhi unsur pelanggaran berat, jadi kita hentikan untuk selamanya," kata Rizal saat memimpin Rakor bersama Tim Gabungan di kantornya, Gedung BPPT.
Dalam kasus reklamasi, sambung Rizal, ada 3 kriteria pelanggaran, yaitu berat, sedang dan ringan.
"Pulau G dihentikan karena ditemukan pelanggaran berat. Seperti banyak kabel listrik di dasar laut milik PLN sehingga mengganggu lalu lintas dan membahayakan lingkungan hidup," pungkas Rizal. (rn)