Nusanews.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam keras tindakan kepolisian Sidoarjo yang diduga ‘mengkriminalisasi’ Mohamad Samhudi, guru di SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo.
Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, tindakan polisi yang dengan mudah melakukan kriminalisasi terus terjadi. Polisi juga sebelumnya diduga melakukan kriminalisasi terhadap 26 aktivis yang menolak PP Pengupahan.
“Ini tidak sesuai dengan janji Kapolri yang baru saat fit and proper tes beberapa waktu lalu. Dimana saat itu dikatakan, Kepolisian akan mengedepankan profesionalisme dan tindakan persuasif kepolisian dalam menangani masalah sosial,” kata Iqbal, dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat (1/7).
Dia menjelaskan, tindakan guru Samhudi kepada muridnya adalah dalam rangka pembinaan dan curahan rasa sayang guru kepada para muridnya, bukan sebagai bentuk kekerasan atau kejahatan. Maka dari itu, tidak tepat jika kepolisian, kejaksaan, dan hakim ‘mengkriminalisasi’ guru Samhudi.
KSPI mendesak Mabes Polri dan Mapolda Jatim menurunkan Propam Polri untuk memeriksa Kepolisian Sidoarjo dan mendesak hakim pengadilan Sidoarjo menghentikan pengadilan yang dinilai menyesatkan ini.
“Ribuan buruh se-Jatim akan melakukan aksi solidaritas untuk guru Samhudi pasca lebaran,” tegas Iqbal.
Diketahui, ratusan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Sidoarjo pada Rabu (29/6) menggelar aksi solidaritas ke Pengadilan Negeri Sidoarjo. Mereka melakukan long march dari alun-alun (depan Masjid Agung) menuju Pengadilan Negeri Sidoarjo. Aksi ini untuk memberikan pembelaan terhadap Samhudi, yang dijadikan terdakwa karena diduga mencubit salah satu siswanya.
Sementara, Samhudi mengaku tidak pernah mencubit siswanya dengan tuduhan luka cubit 3 buah itu. Menurut Samhudi, pihaknya hanya meminta siswa itu salat Dhuha berjamaah, tetapi korban dan empat rekannya justru bersembunyi di sungai dekat sekolah. (akt)