logo
×

Jumat, 15 Juli 2016

Ferdinand: Tax Amnesty Ternyata Hanya Mengejar 54 Juta Pekerja

Ferdinand: Tax Amnesty Ternyata Hanya Mengejar 54 Juta Pekerja

Nusanews.com - Eks relawan Jokowi, Ferdinand Hutahaean mengaku bahwa dirinya dan sejumlah tokoh baru saja diundang Menkopolhukam.

Diakuinya, undangan tersebut membicarakan sejumlah persoalan bangsa dan negara saat ini.

"Dua hari lalu kami atas undangan semi formal bertandang ke kantor Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, yang juga menjabat sebagai Ketua TP Pencucian Uang yang atas keterangan Menkopolhukam juga adalah inisiator lahirnya Tax Amnesty saat masih menjabat sebagai kepala kantor staff kepresidenan," ungkap Ferdinand saat berbincang dengan TeropongSenayan di Jakarta, Kamis (14/7/2016).

"Agenda pertemuan adalah membicarakan Tax Amnesty karena kami keras menolak Tax Amnesty tersebut," sambung dia.

Meski dalam pertemuan itu dibahas juga soal perlindungan anak yang disinggung Sofyano Zakaria, pengamat kebijakan energi dari Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi). Sementara mantan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki menyinggung soal masuknya tenaga kerja asing asal Cina.

"Penjelasan yang disampaikan oleh pak Menkopolhukam bersama jajarannya kami dengar dengan seksama dan kami rangkum sebagai sikap resmi pemerintah dan merupakan rencana kerja dari pemerintah mengingat Luhut Pandjaitan bukan orang sembarangan di kabinet ini bahkan sangat full power, begitulah orang sering berbicara," ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, terang dia, banyak hal yang disampaikan. Ada yang layak dibuka dan ada juga yang tidak perlu dibuka ke publik.

"Pertemuan yang berlangsung sekitar 2,5 jam tersebut, setelah kami evaluasi dan analisis semua ucapan, kata, data dan fakta, maka kesimpulan saya (kami) saat ini tetap menyatakan pemerintah tidak jujur dalam tax amnesty. Ketidak jujuran itu terutama pada target capaian atau target yang ingin dituju oleh pemerintah dengan pemberlakuan tax amnesty. Ketidak jujuran itu salah satunya adalah memasukkan target pendapatan sebesar 165 triliun di APBNP. Angka yang sangat fantastis, tapi pemerintah sendiri tidak punya cara jelas bagaimana memaksa uang yang parkir diluar itu supaya masuk kedalam negeri kecuali dengan cara merayu pemilik uang seperti yang disampaikan Purbaya jajaran pak Menko," tandas dia.

Bahkan dinyatakan, kata dia, pemerintah berulang kali menyatakan bila bisa mencapai separoh saja dari target sudah cukup baik.

Padahal, lanjut dia, tax amnesty menjadi sebuah pesimisme dan kegagalan yang dibalut kata optimisme.

"Saya bergumam dalam hati, kok bisa pemerintah mengurus negara dengan cara seperti ini, menjadikan khayalan dan ilusi sebagai solusi,".

"Target Tax Amnesty ini menurut saya justru bukan uang yang parkir di luar negeri, akan tetapi justru target utamanya adalah pekerja/ karyawan yang jumlah sekitar 54 juta orang tapi yang memiliki NPWP tercatat hanya sekitar 14 jutaan pekerja," kata dia.

Pemerintah akan mengejar pekerja ini, maka akan ada tambahan wajib pajak sekitar 40 juta orang dan tentu akan mendongkrak penerimaan pajak hingga 2.000 triliun 3 tahun mandatang.

"Sungguh ironi bagi rakyat, pajaknya dikejar tapi derajat hidupnya tidak pernah dipikirkan pemerintah supaya meningkat," sindir dia.

Tax Amnesty juga akan memburu siapa saja yang tidak memamfaatkan moment ini, tidak mendeklarasikan hartanya kepada pemerintah, maka pemerintah akan masuk kesemua informasi pribadi rakyatnya dan menelusuri harta benda warga negara terhitung sejak 1 januari 1985, yang belum lapor akan dipaksa untuk bayar pajak dan denda bahkan hingga 200 persen.

"Sepertinya pemerintah tidak punya cara lagi untuk menutupi biaya negara setelah pemotongan anggaran yang berakibat negara hampir gagal melayani administrasi rakyatnya, maka terakhir rakyat harus dipajak paksa tanpa perduli kondisi rakyatnya," tuturnya. (ts)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: