Nusanews.com - Fadli Zon mempertanyakan sikap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang memprotes soal verifikasi data faktual untuk calon independen.
Padahal ketentuan tersebut sudah diatur dalam undang-undang Pilkada guna menghindari adanya KTP fiktif atau siluman. Sebab, pengumpulan foto kopi satu juta KTP untuk syarat calon independen rawan kecurangan.
"Loh jangan tidak percaya diri gitu dong, kalau merasa bahwa KTP dan sebagainya dikatakan dukungan, ya harus yakin itu dukungan. Tetapi kalau ada kekhawatiran berarti KTP-nya bukan KTP yang nanti orang-orang yang bukan mendukung," kata Fadli di gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Sementara itu Fadli melihat, ada kecenderungan pengumpulan satu juta KTP calon independen menjadi komoditi. Jadi, lanjutnya, memang sudah sepatutnya diverifikasi dengan teliti oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kalau (tidak diverifikasi) kayak begitu ada bisnis baru, ada makelar KTP. Jadi lebih bagus diverifikasi, karena ini adalah orang, manusia itu tidak bisa hanya sekedar diwakili fotokopi KTP. Wajib verifikasi itu adalah perintah UU bukan lagi sekedar saran," jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menanggapi soal ketentuan verifikasi faktual dalam revisi Undang-Undang Pilkada yang baru disahkan DPR, beberapa waktu lalu.
"Itu kan memang orang-orang yang ngarep saya enggak bisa ikut (pilkada). Ambil saja kursi gubernur kalau lu mau," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 8 Juni 2016.
Ketentuan verifikasi faktual mewajibkan panitia pemungutan suara (PPS) selama masa kerja 14 hari menemui satu per satu pendukung calon perseorangan guna mencocokkan informasi dengan data diri dalam KTP yang terkumpul.
Jika dalam masa tiga hari petugas gagal menemui pendukung itu, pendukunglah yang harus melapor ke petugas PPS setempat. Jika tak bisa dilakukan, dukungan dianggap tak sah atau gugur. (ts)