Nusanews.com - Tidak habisnya akal-akalan segelintir orang tidak bertanggung jawab demi meraup pundi-pundi rupiah. Setelah dihadapi dengan beredarnya sejumlah barang abal-abal tak ber-SNI (Standar Nasional Indonesia), kini masyarakat harus dibayang-bayangi kekhawatiran lantaran beredarnya vaksin palsu.
Vaksin abal-abal ini jelas mengancam kehidupan generasi penerus bangsa. Bagaimana tidak, vaksin palsu itu diperuntukkan bagi bayi yang baru lahir. Penyidik Bareskrim mabes Polri telah menetapkan 13 orang sebagai tersangka kasus tersebut. Di mana dua di antaranya merupakan pasangan suami istri, yakni Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina. Dari penelusuran merdeka.com lewat akun facebook Rina Agustina, terlihat kehidupan perempuan tersebut cukup mewah dengan menempati rumah berlantai 2 di Jalan Kumala 2 Blok M, Nomor 29, Bekasi.
Rumah tersebut juga terdapat kolam renang bergaya minimalis di bagian belakangnya. Dan terparkir satu unit mobil Mitsubishi Pajero di garasi rumah.
Dari foto yang didapat, nampak pasangan suami istri tersebut masih terlihat cukup muda dan kerapkali mengunggah aktivitas mereka yang dilakukan bersama-sama. Sayangnya, kini akun itu sudah tidak dapat diakses.
Sebelum ditangkap, pasangan ini disebut-sebut berniat pindah dan menjual rumah mewahnya. "Sudah ditawarkan Rp 6 miliar, namun baru ditawar calon pembeli Rp 5 miliar," kata Komandan Regu Satpam Perumahan, Eko Supriyanto, Minggu (26/6).
Dia tak mengetahui pasti rencana penjualan rumah yang dihuni pelaku sejak 2013 itu. Menurut Eko, sebelum tinggal di Jalan Kumala 2, Hidayat bersama istrinya yang merupakan mantan perawat tersebut tinggal di sebuah rumah di kawasan Kemang Pratama 3 secara mengontrak.
"Di sini dia beli tanah kavling, kemudian dibangun rumah dua lantai," ujar Eko.
Dia tak mengetahui pasti berapa dana yang dihabiskan Hidayat bersama istrinya untuk membangun rumah mewah itu. Namun, rata-rata pembangunan rumah mewah di daerah itu bisa menghabiskan dana miliaran rupiah.
"Biasanya warga di sini membangunnya pakai pemborong, sehingga pemilik rumah terima beres," kata Eko.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan vaksin palsu yang diedarkan di Bogor, Jakarta, Banten dan Jawa Barat itu terdiri dari vaksin hepatitis, campak dan tuberkolosis atau TBC. "Para pelaku mengaku sudah beraksi sejak tahun 2003," ungkap Agung.
Agung mengungkapkan pembuatan vaksin tersebut dengan cara menyuntikkan cairan infus dicampur dengan vaksin tetanus. Di mana hasilnya yakni vaksin palsu untuk hepatitis, BCG, dan campak.
Bahkan, lanjutnya, pihak kedokteran tidak bisa membedakan yang asli dan palsu. "Untuk menyempurnakan (vaksin), dipress dengan alat press kemudian dikemas dan dipacking lalu didistribusikan. Dokter saja susah membedakannya," ujarnya.
"Kita akan minta bantuan dengan kementerian kesehatan, juga minta bantuan dengan memproduksi obat itu yang aslinya, kerjasama ini untuk pastikan ada atau tidaknya orang dalam," tandasnya. (mdk)