Nusanews.com - KPK akhirnya menetapkan tersangka politikus Demokrat I Putu Sudiartana dalam kasus dugaan suap proyek Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Sumatera Barat. Proyek tersebut senilai Rp 300 miliar.
"Ini berhubungan dengan proyek yang digagas Dinas Prasaran Wilayah, Tata Ruang dan Permukiman Pemprov Sumbar. Menangani pembangunan 12 ruas jalan di Sumbar," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (29/6).
Proyek tersebut dianggarkan dalam APBN-P 2016. Terkait kasus ini, KPK masih mendalami pihak lain yang mungkin terlibat. Melalui kepala dinas, pengusaha dan sejumlah pihak yang berkaitan.
"Ini (penganggaran) untuk tiga tahun," tambahnya.
Laode menegaskan KPK belum bisa mencari benang merah dalam kasus ini. Mengingat Sudiartana merupakan anggota Komisi Hukum (Komisi III DPR) yang seharusnya tidak ada kaitannya dengan proyek pembangunan infrastruktur. Selain itu, yang bersangkutan juga bukan berasal dari Dapil Sumbar.
Menanggapi kasus ini, anggota DPD RI Gede Pasek Suardika berharap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertanggungjawab atas ditangkapnya I Putu Sudiartana yang juga Wabendum Demokrat itu. Pasek yang juga mantan politikus Demokrat ini meminta SBY tak cuma bilang prihatin atas peristiwa itu.
"Ini tentu masalah serius bagi pembenahan partai ke depan. Tidak bisa DPP lepas tangan. Ketua umumnya tidak cukup hanya bilang prihatin tetapi membangun partai dengan pendekatan yang bukan pendekatan kinerja. Kasihan sahabat-sahabat saya yang kerja keras di daerah menjaga citra partai ternyata di DPP malah melesak kasusnya," kata Pasek.
Mantan loyalis Anas Urbaningrum ini merasa prihatin ada pejabat teras Demokrat yang dicokok KPK. Apalagi Putu berada di komisi hukum dan HAM DPR yang bermitra dengan KPK.
"Tentu ini menjadi pukulan telak bagi partai saya dulu tersebut," tuturnya.
Pasek juga menjelaskan bahwa Putu berasal dari Dapil Bali yang menggantikan posisinya di DPR. Hal ini yang membuat perwakilan Bali di DPR berkurang.
"Bali kehilangan dua kursi semuanya dari Partai Demokrat. Sehingga dari 9 kursi praktis Bali diwakili oleh 7 kursi saja. Karena dua kursi terjerat kasus korupsi dan keduanya dari Partai Demokrat. Yang pertama Jero Wacik yang sekarang masih dalam proses banding dan Putu Liong yang kena OTT KPK," ujarnya.
Menurut Pasek, Partai Demokrat harusnya bertanggung jawab atas kehilangan hak masyarakat Bali atas wakil-wakilnya tersebut. Dia menilai hal ini merupakan kerugian besar bagi Bali sekaligus peristiwa aib bagi Bali.
"Semoga saja tidak berlanjut dan cukup sampai di sini saja hal-hal ini menimpa Partai Demokrat dan khususnya wakil rakyat dari Bali," pungkasnya.
Pernyataan Pasek ini seolah kritik pedas bagi mantan bosnya itu. Selama ini, SBY memang paling banter hanya bisa berkomentar prihatin bila ada anak buahnya yang tersandung kasus.
Saat kader-kader Demokrat terjerat kasus korupsi, mulai dari Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh hingga Sutan Bhatoegana, SBY pernah mengumpulkan para kadernya. Pertemuan dilakukan sebelum SBY memberikan pidato memperingati hari ulang tahun Partai Demokrat ke-11, di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor.
Menurut Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman, dalam pertemuan tersebut SBY merasa prihatin karena partai mendapatkan cobaan berat, sehingga membuat elektabilitas partai merosot.
"Beliau katakan dapat cobaan berat seolah-olah Partai Demokrat partai korup. Padahal itu oknum tidak hanya di Demokrat tapi juga ada partai-partai lain," kata Hayono disela acara silatnas Partai Demokrat, Sentul Bogor, Sabtu (15/12/2012) lalu.
Padahal, lanjut dia, Demokrat sangat tegas menindak para kadernya yang terbukti melakukan pelanggaran hukum terutama korupsi.
"Ini kita ingin tegaskan bahwa oknum itu kita ambil tindakan hukum, dukung KPK, dan proses oknum," terang dia.
SBY, kata Hayono, juga merasa tidak nyaman dengan pemberitaan media yang kerap kali memojokkan partai Demokrat. "Kita tidak nyaman dengan pemberitaan di media karena membentuk persepsi di publik, seolah-olah partai Demokrat yang korupsi, padahal kalau statistik tidak demikian. Banyak opinion leader seperti itu," tutur dia. (mdk)