Nusanews.com - Langkah China yang memasukkan Laut China Selatan sebagai bagian dari wilayah perairan dengan sembilan garis putus menimbulkan amarah bagi sejumlah negara ASEAN. Pelbagai protes tak dihiraukan, bahkan mereka semakin memperkuat basis pertahanannya untuk menghadapi negara yang marah.
Polemik tersebut membuat militer Amerika Serikat ikut melibatkan diri. Mereka juga menerjunkan armada tempurnya ke kawasan tersebut, China menganggap kedatangan negeri Paman Sam ke wilayah perairan tersebut sebagai tindakan provokatif.
Tidak ingin dianggap main-main, China serius menjaga 'wilayahnya'. Mereka menerjunkan pelbagai jenis kapal perang dan jet tempur untuk mengamankannya, bahkan sampai membangun pulau sebagai basis pertahanan.
Seperti apa garangnya China di Laut China Selatan, berikut rangkumannya:
1.Potong jalur terbang pesawat mata-mata AS
Sebuah jet tempur China melakukan manuver pemotongan jalur terbang pesawat mata-mata Amerika serikat saat patroli rutin di wilayah udara sekitar Laut China Selatan (LCS). Menurut Komando Pasifik AS, hal tersebut terjadi Selasa kemarin.
Insiden itu terjadi seiring permintaan China kepada AS untuk berhenti memantau di Laut China Selatan.
Laporan Reuters, manuver dilakukan oleh dua pesawat tempur China, J-10 terhadap sebuah jet AS RC 135, sebut pernyataan Komando Pasifik, dikutip laman NBC News, Rabu (8/6).
"Satu dari jet memotong jalur terbang dengan cara yang sangat tidak aman, menutup jalur RC-135. Dugaan awal kami ini sebuah kasus yang tidak seharusnya dilakukan seorang penerbang udara, tidak ada aksi provokatif atau manuver berbahaya (yang dilakukan AS)," kata pernyataan tersebut.
Walau begitu, tidak disebutkan seberapa dekat pesawat tempur China datang mengadang jet AS.
Menanggapi hal tersebut, menteri pertahanan China mengatakan ada catatan laporan dan dia telah melihat hal tersebut.
"Menurut laporan, kubu AS kembali meningkatkan pengawasannya terhadap China oleh militer udara mereka, jelas pilot militer China menghalau mereka secara konsisten dengan operasi berdasar hukum dan aturan, profesional dan bertanggung jawab," katanya kepada Reuters.
Kawasan LCS menjadi wilayah sengketa oleh beberapa negara seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, Brunei. Kendati demikian, China masih tegas mengatakan hampir seluruh wilayah LCS adalah miliknya.
2.Terjunkan jet tempur usir kapal perang AS
Jet tempur Tiongkok dilaporkan terbang ke kawasan Laut China Selatan dikerahkan, seiring masuknya kapal Angkatan Laut Amerika Serikat yang disebut-sebut melakukan patroli provokasi. Kementerian Pertahanan China mengecam tindakan AS, menilai keberadaan kapal mereka sebagai ancaman perdamaian.
"Dua jet tempur dikerahkan dan tiga kapal perang membayangi kapal AS, guna mengusir mereka," sumber menteri pertahanan China, dikutip Reuters, Selasa (10/5).
Juru Bicara Menteri Luar Negeri China, Lu Kang, mengatakan kapal AS adalah ilegal masuk ke dalam perairan China.
Dikethaui AS mengerahkan Kapal misil penghancur USS William P. Lawrence, mengarungi 12 nautical mile (sejauh 22 km) dari lintas karang China.
"Hal itu merupakan kebebasan operasi berlayar di daerah sengketa maritim yang diklaim oleh China, Taiwan, dan Vietnam. Di kawasan itu tgengah dicari batasan hak navigasi lautnya," kata Juru Bicara Pertahanan AS Bill Urban.
"Sengketa maritim ini tidak konsisten dengan hukum laut internasional sesuai dengan Konvensi Laut," pungkas Bill yang mengklaim ada hak AS dan semua negara untuk melintas dan bebas berlatih.
3.Bangun pembangkit nuklir
China terus memperkokoh kehadiran mereka di Laut China Selatan. Belum tuntas masalah bandara, kali ini mereka berniat untuk membangun alat pembangkit nuklir terapung di pulau sengketa, Spratly.
Menurut laporan Shanghaiist, Selasa (26/4), Beijing bakal menggunakan nuklir untuk memberikan daya ke pulau-pulau buatan mereka di Laut China Selatan. Pemerintah Negeri Tirai Bambu menuturkan akan membangun sedikitnya 20 armada pembangkit listrik yang mengapung di atas wilayah sengketa tersebut.
Beberapa media menyebutkan, untuk membangun pembangkit listrik ini, sudah disediakan rig untuk pengeboran lepas pantai. Direncanakan pembangkit listrik ini akan selesai pada 2020.
Meski terlihat sedikit berbahaya, namun pembangkit listrik mengapung seperti ini sudah digunakan beberapa dekade lalu. Rusia sebagai salah satu negara dengan pembangkit listrik nuklir mengapung di dunia.
"China akan mengoperasikan kekuatan nuklirnya di Laut China Selatan sejak tahun ini. Dan itu akan menjadi generator listrik terbesar yang dimiliki China di Laut China Selatan," ungkap pakar teknologi nuklir Rod Adams.
Meski sudah berulang kali mendapat tekanan internasional, Negeri Tirai Bambu tetap saja kekeuh atas pembangunan mereka di Laut China Selatan. Dengan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir ini, China akan semakin mudah merebut wilayah-wilayah negara lain yang berada di sekitaran Laut China Selatan seperti Vietnam, Filipina dan bahkan Indonesia.
4.Pasang armada tempur di pulau buatan
Foto satelit memperlihatkan China sudah menempatkan peralatan tempurnya berupa rudal anti serangan udara di pulau buatan mereka di Laut China Selatan.
Kementerian Pertahanan Taiwan membenarkan berita itu setelah ada laporan bersumber dari citra satelit di Pulau Woody, bagian dari kepulauan Paracel.
"Kementerian Pertahanan sudah mengetahui ada sistem pertahanan rudal yang ditempatkan oleh China di Pulau Yongxing," kata juru bicara Kementerian kepada kantor berita AFP.
Koran the Daily Mail melaporkan, Rabu (17/2), pejabat pertahanan Amerika Serikat juga membenarkan China sudah menempatkan senjata berat yang diduga tiba di pulau itu dalam sepekan terakhir.
China selama ini sudah menguasai kepulauan Paracel yang juga diklaim oleh Vietnam dan Taiwan sejak pertengahan 1970-an dan berakhirnya Perang Vietnam.
Dalam beberapa bulan belakangan ketegangan di kawasan itu kian meningkat setelah China mereklamasi pulau itu. Kawasan Laut China Selatan dikenal sebagai jalur perdagangan sepertiga minyak dunia.
Washington menilai langkah China itu membahayakan kawasan dan AS telah mengirimkan kapal tempurnya ke daerah itu. Pesawat pengintai Australia sudah beberapa kali terbang ke daerah itu untuk mengawasi aktivitas China di pulau buatan.
Menteri Luar Negeri China menyangkal kabar itu dengan mengatakan media Barat hanya ingin mengarang berita. (mdk)