Nusanews.com - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini kemarin bersaksi dalam gugatan uji materi UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Dalam kesaksiannya, Risma mengkritik salah satu pasal dalam UU ini mengenai pengelolaan sekolah yang diserahkan kepada pemerintah provinsi, tidak lagi di pemerintah kabupaten/kota.
"Ya harapan saya pengelolaan SMA, dan SMK tetap di Surabaya, sehingga kita bisa nangani anak-anak secara komprehensif. Jadi bukan hanya pendidikan, itu bahaya sekali kalau kita hanya ngomong, apalagi kalau ngomong hanya nilai, waduh itu bahaya sekali," kata Risma di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Namun, dari kritik yang disampaikan Risma di hadapan MK, kebanyakan berdasarkan pengalamannya, bukan teknis perundang-undangan. Pengalaman itulah yang justru membuat banyak pengujung sidang menjadi terharu.
Berikut 4 cerita haru Risma memperjuangkan anak-anak miskin Surabaya agar tetap sekolah:
1.Risma menyamar ke sekolah
Dalam kesaksiannya, Tri Rismaharini menceritakan pengalamannya saat menjadi Kepala Badan Perencanaan Kota pada tahun 2008. Saat itu dia mendapatkan berbagai surat dari masyarakat.
Salah satu surat yang ditulis oleh seorang menyatakan dia memiliki 3 anak yang masih sekolah. Namun anak-anaknya tidak bisa mengikuti ujian lantaran belum membayar uang sekolah.
"Saya ke sana dengan kesadaran sendiri ingin membantu supaya anak-anak ini bisa ikut ujian ulangan," kata Risma di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/6).
Risma melanjutkan, kepala sekolah itu memberikan catatan tagihan sekolah senilai Rp 900 ribu dengan rincian, Rp 450 ribu untuk biaya kursus selama 9 bulan dan sisanya untuk biaya rekreasi. Risma mengaku saat itu dia menyamar untuk membayarkan uang sekolah itu. Penyamaran itu dilakukannya bersama pejabat Pemkot.
Saat itu, pihak sekolah mengklaim, memang tidak ada pungutan untuk pembayaran SPP. Pihak sekolah menjelaskan, uang yang tertunggak itu merupakan biaya kursus dan rekreasi anak-anak.
"Di situ saya marah, padahal saya jelaskan kondisi anak ini, saya buka (ngaku) kalau saya kepala perencanaan pembangunan, di situ saya menilai ini tidak adil untuk anak miskin," ungkap Risma.
2.Risma tebus ijazah siswa tak mampu
Tak hanya itu, dia juga menerima sebuah surat dari seorang siswa yang tidak bisa menebus ijazah karena harus ditebus dengan sejumlah uang. Risma menuturkan, di waktu yang sama, ada hampir 1 juta anak yang mengalami hal serupa. Akhirnya, pengirim surat itu hanya bisa berjualan CD.
"Saya datangi, saya tebus. Orang tuanya enggak percaya. Dapat uang dari mana, jangan maling. Anak itu jawab 'Aku dikasih bu Risma', ndak percaya maka disobek-sobek. Akhirnya saya datangi," cerita Risma.
Risma mengaku, perlakuan yang demikian itu tidak adil bagi orang miskin. Menurutnya pendidikan itu berhak dimiliki siapapun tanpa memandang status sosial.
"Saya ingin beri tahu pendidikan itu hak semua orang. Siapapun dia, biarpun mereka miskin," tegas Risma.
Risma mengaku, sejak dirinya menjadi Wali Kota Surabaya, banyak warga yang memberikan amanah padanya untuk mengurus agar biaya pendidikan gratis.
"Setelah jadi Walikota Surabaya mengapa warga memberikan amanah kepada saya, saya sampaikan kepada kepala sekolah, dinas pendidikan urus semua, saya akan penuhi berapapun biaya pendidikan asal sekolah gratis. Akhirnya keluarlah laporan tertulis saya, bahwa anggaran APBD kita 2011 itu 36,46 persen. Nilai 1,8 T. 2012 itu 35 persen, di atas 20 persen anggaran pendidikan nasional," tutup Risma.
Pemkot Surabaya berupaya mempertahankan wewenang pengelolaan SMA dan SMK yang akan diambil alih oleh provinsi. Risma menegaskan, anggaran yang dimiliki Pemkot Surabaya lebih tinggi dari anggaran Pemprov Jatim dalam mengelola sekolah.
3.Risma dipanggil 'Mama' oleh anak terlantar Surabaya
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengungkapkan, banyak anak-anak di Kota Pahlawan yang ditelantarkan oleh orangtuanya. Kepadanya, anak-anak itu kerap mencurahkan isi hatinya.
Tak jarang, kata Risma, mereka rela antre demi bisa berkeluh kesah kepada sang Mama alias Tri Risma.
"Ada anak yang tidak mampu, ada anak yang katanya dibuang, kalau panggil saya sekarang mama. 'Mama saya dibuang orangtua saya'," kata Risma di hadapan sidang Mahkamah Konstitusi (MK) saat bersaksi dalam sidang gugatan uji materi UU Nomor 23 tahun 2014 di Gedung MK, Rabu (7/6).
Bukan satu dua anak yang bercerita seperti itu. Ada banyak anak yang mengalami hal yang sama. Karenanya mereka dikumpulkan dan ditempatkan dalam shelter yang menampung anak-anak.
"Sekarang anak-anak itu saya rawat, anak-anak ini punya masalah, tapi sekarang Yang Mulia, saya bisa memberikan souvenir kepada wali kota yang bekerja sama dengan negara dan para tamu yang dibuat oleh mereka," ungkap Risma.
"Yang Mulia saya tidak bohong, karena saya juga menangani secara langsung masalah anak-anak ini," Risma menegaskan.
4.Risma temukan anak-anak dalam keadaan mabuk
Di antara anak-anak terlantar Surabaya, ternyata banyak yang berprestasi. Bahkan, ada salah satu dari mereka yang mendapatkan penghargaan berupa mendali perak dalam ajang SEA Games.
Dua anak itu bahkan akan dikirim ke luar negeri untuk ikut kompetisi internasional.
"Anak-anak ini saya temukan dalam keadaan mabuk, ngompas dan ditinggalkan oleh orangtua. Ibunya meninggal dan bapaknya sopir dipenjara dan dia yang rawat neneknya dan neneknya meninggal," cerita Risma.
Kata Risma, dari hasil curhatan para anak-anak itu, terlihat jelas mereka punya masalah di rumah. Ada pula anak yang bercerita, kedua orangtuanya bercerai.
Kemudian sang ibu menikah lagi dengan pengguna narkoba, yang kemudian ikut menjadi pecandu. Namun dengan tegas anak itu mengungkapkan tidak ingin seperti ibunya.
"Lalu, siapa yang akan memperhatikan mereka hingga sedetail itu," kata Risma.
Sebagai wali kota, Risma mengaku telah memerintahkan para suku dinas untuk bisa memecahkan masalah ini. Bukan hanya pada ranah anak saja, melainkan juga memberikan solusi terhadap keluarga si anak.
Seperti contoh, jika ada keluarga yang tidak mampu, pemkot harus bisa menyelesaikan masalah keluarga.
"Kalau dia tidak mampu dan tidak bisa sewa rumah misalnya. Sewa rumah perbulan Rp 300 ribu, saya carikan rusun hanya Rp 50 ribu paling mahal, termurah ada yang hanya Rp 25 ribu. Jadi dia bisa menghemat banyak. Jadi tidak bisa menyelesaikan masalah dengan hanya anaknya saja, menyelesaikan anak dengan orangtuanya," terang Risma. (mdk)