Nusanews.com - Persoalan kali ciliwung yang akan “digarap” Ahok rupanya menjadi perdebatan “aneh” antara pendukung Ahok yang biasa disapa Cebong atau Ahoker, dengan ilmu arsitektur dari kalangan terpelajar.
Salah satu yang cukup kaget adalah Yu Sing, arsitektur yang mencoba untuk mengadvokasi warga, justru kaget ketika oleh Ahok yang dengan bangganya mengatakan jika mereka adalah provokator yang mencoba untuk memprovokasi warga disekitar sungai ciliwung.
Yu sing mencoba untuk menanyakan Rencana Ahok untuk menjadikan kawasan Ciliwung sebagai tempat wisata, sesuai dengan penjelasan salah satu pendukung Ahok, Sulfie Hars, yang mencoba menjelaskan rencana wisata tersebut.
“lbh (lebih) penting wisata atau kehidupan warga? brp biaya sementara itu utk nanti dipindahkan? bagaimana angkat ddg (dinding) yg secara struktur sudah mati (agar kuat)?” Tulis Yu Sing.
Hal ini justru tidak bisa dijawab oleh Sulfie dan hanya meneruskan beberapa postingan berita dari media yang menuliskan terkait rencana Agok untuk jadikan kawasan wisata.
Yu Sing tidak bergeming baginya hal itu tidak akan menyelesaikan persoalan terkait dengan rencana wisata yang justru pekerjaannya malah jauh dari kesan untuk wisata.
“cara komunikasi apa menurut bapak? bila kami datang baik2 presentasi diterima. tp di berbagai media ahok teriak2 menuduh aktivis penjahat dan fitnah warga mereklamasi/mengemplang sungai ciliwung 2-3m lalu mefitnah aktivis ingin rumah warga ttap spt kandang ayam?” lanjut Yu Sing menanyakan ke Sulfie, namun tidak dibalas lagi.
Berikut tulisan Yu Sing terkait dengan keanehan rencana Ahok untuk membuat kawasan Wisata yang diperuntukkan bagi cukongnya.
Mengapa kami mengadvokasi #kampungpulo ?
#perda #rdtrdki2014.
Kiri atas: peta eksisting kampung pulo. Fungsi hunian tapak. Dengan warna pelebaran sungai yang telah disosialisasilan kepada warga. Ciliwung merdeka menjelaskan kepada warga bahwa pelebaran sungai itu penting sehingga warga diajak menerima rencana pelebaran sungai itu. Dan pada umumnya warga memang tidak menolak. Ada lebih dari 500kk yang terdampak pelebaran sungai.
Kanan atas: dalam perda RDTR DKI 2014 tiba2 ada sodetan sungai. Lahan warga berubah fungsinya menjadi rumah tingkat/susun. Lahan warga semula sekitar 7.4 hektar (setelah sungai dilebarkan) menjadi hanya 2.3an hektar. Sungai alami dijadikan kali mati (luas tidak dihitung sebagai wilayah hunian). Warga tidak diberitahu apa2 oleh pemerintah atas rencana dan rdtr 2014 yg telah dilegalkan ini.
Kiri bawah: peta tumpuk eksisting dengan rdtr sodetan.
Kanan bawah: kami bingung karena normalisasi tidak melebarkan sungai. Hanya memasang dinding beton tinggi di posisi sungai mula2 dan bekas gusuran dijadikan jalan beton.
Resiko bila sodetan rdtr 2014 itu jadi dilaksanakan, selain luas wilayah jauh berkurang:
1. Debit air sungai menjadi semakin kencang dan cepat sampai ke jakarta utara yg di hilir. Beban pompa di jakarta utara untuk membuang air ke laut makin besar (tanah jakarta utara sudah lebih rendah dari laut).
2. Resiko jebol tanggul sodetan akibat debit air sungai yang makin kencang. Blm ada upaya radikal dlm reboisasi wilayah hulu yang makin gundul.
3. Posisi sodetan itu lebih tinggi dari wilayah sisa lahan kampung pulo. Ada 30 ribuan warga kampung pulo yang terancam nantinya bila tanggul sodetan jebol. Tanggul jebol sudah pernah terjadi misalnya di situ gintung. Atau banjir besar jakarta yg memerangkap banyak orang di basement gedung tinggi (lupa tahun dan gedungnya)
Itu beberapa hal hanya melihat sodetan. Belum dari sudut pandang ekologi sungai alami, wilayah hunian yang makin sempit, dll.
Mungkin teman2 bisa menambahkan Elisa Sutanudjaja, Rita Padawangi atau ahli tata air Edwin Sutanudjaja bisa kasih kasus2 preseden lain. Cc Sandyawan Sumardi, Ivana Lee, Sri Suryani.
“Rencana Ahok itu melalui permintaan cukongnya, sementara dia sendiri tidak mau mengerti jika warga pribumi kesusahan, bahkan saya curiga Ahok ingin menyingkirkan warga pribumi untuk kepentingan cukongnya dengan alasan untuk wisata !” Ujar Yakub A. Arupalakka. (pb)