logo
×

Sabtu, 28 Mei 2016

Sebut Santri Tak Punya Daya Saing, Ade Armando: Seleksi Khusus Penghapal Alquran Menghancurkan

Sebut Santri Tak Punya Daya Saing, Ade Armando: Seleksi Khusus Penghapal Alquran Menghancurkan

Nusanews.com - Beberapa hari yang lalu dalam postingannya lewat akun facebook Ade armando menyebut seleksi perguruan tinggi yang memproritaskan para penghapal alquran justru menghancurkan. Ade menduga kebijakan sejumlah perguruan tinggi negeri untuk membuka jalur khusus bagi para penghapal Al quran didasarkan pada asumsi bahwa siswa penghapal Al Quran itu tidak cukup kompetitif untuk bersaing dengan siswa-siswa pintar lainnya.

Berikut adalah tulisan lengkap ade dalam situs http://www.madinaonline.id/ :

"Saya kuatir kebijakan sejumlah perguruan tinggi negeri untuk membuka jalur masuk khusus atau bea siswa khusus bagi penghapal Al Quran justru berdampak negatif bagi pendidikan ataupun juga bagi kaum muslim muda itu sendiri.

Saya rasa kebijakan yang diskriminatif itu diniatkan bukan untuk memperbanyak mahasiswa pintar melainkan memperbanyak santri di perguruan tinggi negeri.

Para perancang kebijakan itu rupanya khawatir bahwa bila harus berkompetisi secara terbuka, para siswa santri tidak akan bisa bersaing untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri. Dengan kata lain, ada asumsi bahwa sebenarnya para santri ini tidak cukup berkualitas sehingga harus mendapat perlakuan khusus.

Asumsi ini misalnya yang mendasari kebijakan pemberian kuota khusus bagi siswa kulit hitam untuk bisa masuk ke perguruan tinggi di Amerika serikat. Bertajuk affirmative action, kebijakan ini sengaja diterapkan mengingat kaum kulit hitam di AS selama beratus tahun mengalami perlakuan tidak adil sehingga tingkat kepintaran anak-anak mereka relatif lebih rendah daripada kaum kulit putih. Dengan kata lain, bila diadu secara terbuka, siswa kulit hitam akan tersisih dengan sendirinya. Karena itu ada keberpihakan negara untuk membantu siswa kulit hitam.

Bentuk perlakuan khusus serupa misalnya ditemukan dalam aturan pemilu calon legislatif di Indonesia. Dalam pemilu ditetapkan bahwa 30% dari daftar caleg yang diajukan parpol haruslah perempuan. Kebijakan ini ditetapkan karena kaum perempuan selama ini dianggap tersisih dari ruang publik sehingga tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri sehingga dengan mudah akan tersisih sejak tahap penentuan calon dalam pemilu. Dengan ketentuan kuota ini diharapkan jumlah anggota parlemen perempuan akan meningkat.

Aturan tentang kemudahan bagi atlet olahraga di AS mungkin sedikit berbeda, tapi asumsi dasarnya pun serupa. Para atlet olahraga itu dianggap tidak cukup pintar untuk masuk ke perguran tinggi, padahal kehadiran atlet olahraga bisa meningkatkan kualitas tim olahraga mereka yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya tarik bagi calon mahasiswa. Jadi tujuannya adalah untuk meningkatkan popularitas, tapi dasar asumsinya serupa: atlet perlu diberi kemudahan karena mereka tidak mampu bersaing dengan standard yang sama.

Kebijakan sejumlah perguruan tinggi negeri untuk memberikan jalur khusus bagi para santri penghapal Al Quran nampaknya dilandasi asumsi serupa. Para penghapal  Al Quran nampaknya dianggap tidak cukup mampu untuk bersaing sehingga perlu diistimewakan.  Mungkin para pengambil kebijakan di perguruan tinggi ini risau dengan fakta bahwa hanya sedikit jumlah para siswa yang taat beragama yang lolos ujian masuk sehingga perlu dibantu.

Pertanyannya: benarkah ini bermanfaat?
Saya yakin tidak. Bila para pengelola perguruan tinggi merasa bahwa para santri sulit untuk menerobos masuk ujian masuk,  yang harus dilakukan adalah mempelajari  faktor-faktor yang menyebabkan mereka tidak bisa bersaing. Saya duga penyebabnya bukanlah karena para santri penghapal Al Quran itu selama bertahun-tahun diperlakukan tidak adil, melainkan karena kualitas sekolah-sekolah yang melahirkan para penghapal Al Quran itu memang relatif lebih rendah.

Dengan demikian, kalau perguruan tinggi tersebut ingin membantu para siswa Islam untuk bisa bersaing, caranya bukanlah dengan memberi kemudahan tapi dengan berupaya meningkatkan kualitas sekolah-sekolah Islam.

Selama ini sekolah-sekolah swasta yang dinilai memiliki kualitas lebih baik umumnya adalah sekolah-sekolah swasta Katolik dan Kristen. Sekolah-sekolah islam pada umumnya masih jauh tertinggal. Karena itu yang harus dipelajari adalah apa yang menyebabkan sekolah-sekolah ini tertinggal dan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya.


Bila jalan yang dipilih adalah dengan memberi kemudahan bagi penghapal Al Quran yang terjadi justru kehancuran. Perguruan-perguruan tinggi ini tidak memperoleh siswa terbaik, sementara para  penghapal Al Quran itu tidak ditantang untuk meningkatkan kompetensi dirinya." (md)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: