NBCIndonesia.com - Masyarakat Peduli Kediri (MPK) yang terdiri dari berbagai tokoh peduli anak mendatangi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Selasa (17/5/2016). MPK meminta KPAI memberikan pengawasan secara khusus terhadap kasus pemerkosaan 58 anak yang dilakukan oleh pengusaha ternama di Kediri, Jawa Timur, Soni Sandra (63).
Pembina Yayasan Kekuatan Cinta Indonesia, Bethani Eden mengatakan, pihaknya sangat peduli terhadap pencabulan 58 anak karena Sony Sandra sebagai pelaku dilindungi oleh sejumlah orang kuat di Kediri. Apalagi Soni Sandra merupakan pengusaha yang bergerak di infrastruktur merupakan rekanan dari Pemda Kediri. Sehingga banyak pihak yang melindunginya.
"SS (Sony Sandra) pengusaha besar dan kaya serta berpengaruh di Kediri. Aksi biadabnya dilakukan sudah lama tapi tidak tersentuh hukum," ujar Bethani Eden usai melapor ke KPAI, Jakarta.
Bethani menilai, kasusnya tidak tersentuh hukum karena Soni Sandra melakukan intimidasi kepada korbannya. Saat ini jumlah korban dari aksi Soni mencapai 58. Jumlah tersebut semakin bertambah dengan keberanian korban yang melapor ke polisi. Karena intimidasi dari 58 anak, yang melapor ke polisi berjumlah 7 anak.
Anak-anak korban pencabulan, papar Bethani karena diintimidasi oleh keluarga pelaku. Korban didatangi dan diancam. Selain itu korban juga dipaksa menerima uang Rp 50 juta plus motor Yamaha Mio. Agar tidak diintimidasi, sementara dua korban saat ini diamankan di rumah Kapolres Kediri.
Selain keluarga pelaku, Sony Sandra juga menggunakan oknum pemerintah agar kasusnya tidak berjalan atau terhenti. "SS dilindungi oleh mantan pejabat dan mantan anggota dewan dari partai besar," ungkap Bethani.
Rp1,5 Miliar
Bethani mengaku, dirinya juga sempat diintimasi. Bahkan ia ditawari uang senilai Rp300 juta hingga Rp 1,5 miliar. Namun tawaran tersebut langsung ditolaknya. Alasannya, anak yang menjadi korban tidak ternilai harganya. Apalagi anak-anak yang menjadi korban pencabulan Soni Sandra juga mengalami trauma yang berkepanjangan hingga ada yang mau melakukan bunuh diri.
"Selain pencabulan, SS ini punya kasus banyak mulai dari penggelapan dana, namun kasusnya tidak berjalan," jelasnya.
Bethani meminta Soni yang akan menghadapi vonis pada Kamis (19/5/2016) dihukum berat. Selain itu jalannya persidangan juga tidak sesuai harapan, karena jaksa tidak berpihak pada korban. Padahal perbuatannya membuat trauma bagi para korban-korbannya.
"Bila perlu dikebiri dan dihukum mati. Untuk kasus ini kita harus langgar HAM pelaku. Karena ketika ditahan di Lapas masih memanfaatkan anak-anak untuk hasrat seksualnya," tegasnya.
Sementara itu mantan anggota DPR Lily Wahid meminta semua pihak mengawasi jalannya proses hukum terhadap Soni. Karena perbuatan Soni merupakan peringatan adanya pedofil di masyarakat. "Kami berharap kasus ini dikawal KPAI dan KY agar hakim bisa memberikan putusan yang sesuai terhadap kasus ini," jelasnya.
Sementara itu Ferdinan Hutahaean dari Masyarakat Peduli Kediri mengatakan, dalam kasus Soni, hakim harus memberikan terobosan hukum untuk terdakwa. Karena proses persidangan dari awal tidak sesuai dengan koridor.
“Hakim hendaknya memvonis dan mendenda diatas tuntutan jaksa. Hukuman berat tersebut dilakukan untuk memberikan pemulihan hukum kepada para korban. Padahal perbuatan Soni merupakan kejahatan luar biasa dan kebiadaban kepada anak-anak," jelasnya.
Dikawal
Sementara itu Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, KPAI akan mengawal proses persidangan hingga ke Komisi Yudisial (KY). Hal tersebut dilakukan untuk memberikan pengawasan secara khusus terhadap hakim agar tidak mencederai proses hukum. Apalagi perbuatan Soni sudah cukup lama. KPAI memberikan antensi khusus dan pengawasan terhadap para korban.
"KPAI berharap ada prespektif perlindungan anak dalam kasus ini. Karena perbuatan pelaku telah mencederai anak-anak khususnya di Kediri," jelasnya.
Sony alias Koko terbukti sebagai pelaku pencabulan sekaligus persetubuhan anak dibawah umur. Sony dianggap melanggar Pasal 81 UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Adapun ancaman hukumanya adalah maksimal 15 tahun penjara atau minimal 5 tahun penjara. (ht)