NBCIndonesia.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang telah membuat perjanjian untuk melakukan pembayaran kontribusi tambahan dengan beberapa pengembang pemegang izin reklamasi adalah salah.
Sebab, perjanjian tersebut tidak memiliki landasan hukum untuk dilakukan, mengingat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait reklamasi masih belum disahkan.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sony Sumarsono mengungkapkan, setiap perjanjian yang bersangkutan dengan pemerintah daerah harus memiliki landasan hukum.
Setidak-tidaknya adalah Peraturan Daerah (Perda), walaupun perjanjian tersebut berlandaskan kebebasan mengambil keputusan dari seorang gubernur.
"Tetep aturannya harus ada Perda-nya. Harus ada Perda-nya. Semua harus ada aturannya, Perda," kata Sony di Kantor BNPP, Jakarta, Kamis (19/5).
Selain itu, dia mengingatkan, agar permasalahan reklamasi di Teluk Jakarta tidak menafikan kepentingan masyarakat. Sebagai contoh, pemanfaatan reklamasi di Manado yang memberikan kontribusi sebesar 16 persen.
"Biasanya setiap perjanjian reklamasi kan pasti ada porsi untuk memberikan benefit kepada masyarakat. Di Manado juga ada 16 persen. Ini hanya soal MoU kesepakatan saja, intinya pemanfaatan. Itu boleh asalkan di-record di APBD. Ini pemanfaatannya saja, bukan uangnya ya. Makanya lahan itu untuk kepentingan publik," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membuat perjanjian untuk melakukan pembayaran kontribusi dengan beberapa pengembang yang memegang izin reklamasi, seperti PT Agung Podomoro Land, PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertindo.
Dana kontribusi tersebut sudah diminta oleh Pemprov DKI Jakarta walaupun belum ada kepastian hukum akan kelanjutan reklamasi. Basuki atau akrab disapa Ahok ini menggunakan kontribusi tersebut untuk melakukan pembangunan, seperti rumah susun sederhana sewa dan jalur inspeksi.
Dia menjelaskan, pembuatan perjanjian kerja sama ini untuk menjamin kelangsungan ekonomi di Jakarta. Mengingat pembahasan peraturan daerah (Perda) terkait reklamasi di teluk Jakarta tak kunjung selesai. Padahal izin pelaksanaan dan prinsip pembangunan reklamasi perlu diperpanjang.
"Ada payung hukumnya. Apa? Perjanjian kerjasama. Jadi sekarang gini, kita dalam UU nomor 30 2014, dalam administrasi pemerintahan, kita ini punya hak diskresi ketika pulau izinnya habis perlu disambung, anda kalau ngak mau sambung berapa puluh ribu orang enggak kerja," katanya si Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (12/5).
Namun pengembang tersebut tidak akan langsung mendapatkan perpanjangan izin. Mereka harus merealisasikan terlebih dahulu pembayaran kontribusi tambahan tersebut. Jika tidak maka Ahok tidak akan memberikan izin tersebut.
Sebagai contoh, mantan Bupati Belitung Timur ini mengungkapkan, perjanjian yang pernah dilakukan dengan PT Manggala Krida Yudha. Mereka berjanji akan membangun Pompa Air Sentiong, Jakarta Utara dengan perkiraan biaya mencapai Rp 1 Triliun. Namun ternyata sampai sekarang pembangunannya tak urung terealisasi. Padahal mereka merupakan pemegang izin pulau L dan M.
"Manggala Krida Yudha dia juga buat perjanjian membangun pompa Sentiong 1 triliun kalau dia mulai membangun itu saya kan kasih dia izin nyambung, dia bangun ngak? Kagak. Makanya izinnya tidak saya kasih," jelasnya. (mdk)