logo
×

Kamis, 21 April 2016

Pakar: "Pura-Pura" Pasrah Karena Aturan Materai Ditetapkan, Taktik Ahok Untuk Cari Dukungan Partai

Pakar: "Pura-Pura" Pasrah Karena Aturan Materai Ditetapkan, Taktik Ahok Untuk Cari Dukungan Partai

NBCIndonesia.com - Ahok frustasi. Ini terjadi setelah kemarin, Gubernur Jakarta ini mendengar rencana KPU DKI mewajibkan warga menyertakan meterai jika ingin mendukung calon independen dalam Pilkada DKI. Mengaku tak kuat menanggung biayanya, Ahok mengaku pasrah. Beneran nih?

Seperti diketahui, KPU berencana menerapkan syarat baru bagi calon independen. Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat 8 di Rancangan Peraturan KPU tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah. Aturan ini didasarkan pada UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

Dalam aturan ini disebut bahwa dalam menyerahkan dokumen dukungan, bakal calon perseorangan dapat menghimpun surat pernyataan dukungan secara perseorangan atau kolektif, dan dibubuhi meterai dengan beberapa ketentuan.

Ketentuan ini, yaitu meterai dibubuhkan pada dokumen perorangan, dalam hal surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan; atau meterai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa/kelurahan dalam hal surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa/kelurahan.

Menanggapi hal ini, Ahok menuding aturan ini sebagai salah satu cara menjegalnya untuk maju melalui jalur independen di Pilkada DKI 2017. "Aduh, aku masa bodoh lah. KPU mau bikin apapun," ucap Gubernur bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota, kemarin.

Kata Ahok, aturan menggunakan meterai akan membuat biaya calon independen menjadi sangat mahal. Untuk menyediakan meterai saja bisa memakan biaya Rp 6 miliar. Rinciannya, dukungan 1 juta di kali meterai Rp 6.000. "Duit dari mana kita?" cetusnya.

Ahok pun memperlihatkan sikap menyerah. Kata dia, kalau semua dukungan KTP yang sudah terkumpul selama ini ditolak KPU, dia mau menyerah. "Kalau dia bilang saya nggak boleh ikut gara-gara nggak ada meterai, ya sudah, nggak usah ikut. Kan mereka (lawan-lawan di Pilkada) maunya saya nggak jadi gubernur kan? Ya sudah," ucapnya.

Ini adalah benturan kedua Ahok dalam mengumpulkan dukungan dari independen. Dua bulan lalu dia dan para relawannya yang dikenal dengan sebutan Teman Ahok harus mengulang mengumpulkan KTP dukungan. Sebab, dalam dukungan pertama yang dikumpulkan, Ahok tidak menyertakan nama calon wakilnya.

Saat itu Ahok tidak menyerah. Dia bersama Teman Ahok langsung mengumpulkan KTP dukungan dari awal lagi. Tapi, saat ini dia seperti mau menyerah. Kata Ahok, kalau tidak boleh maju lagi, dirinya memilih memfokuskan kerja sampai akhir masa jabatannya.

"Saya sampai Oktober 2017 saya berusaha semampu saya. Habis itu, silakan pesta pora. Orang pengin banget jadi gubernur. Orang nggak pernah kasih program apa kalau jadi gubernur. Saya sampai hari ini nggak dengar programnya apa. Jadi kalau mau jadi gubernur, ambil aja deh. Kalau cuma gara-gara KTP saya nggak bisa ikut," tegasnya.

Terpisah, Ketua KPUD DKI Sumarno menjelaskan, draf ini berawal dari masyarakat yang ingin adanya perubahan dalam peraturan. Menurut dia, ada masyarakat yang tak ingin memberi dukungan secara kolektif, tapi menginginkan agar dukungan yang diberikan tetap sah.

Dia pun meminta draf ini tak diartikan bahwa tim penggalangan dukungan bagi calon-calon independen harus menyiapkan jumlah uang yang besar untuk membeli meterai itu. "Jangan diartikan misalnya DKI butuh dukungan 532 ribu, terus dikali meterai Rp 6.000, hasilnya miliaran," ujarnya.

Kapan draf ini disahkan? Sumarno menjawab, seharusnya sebelum Agustus 2016. Karena pembukaan pendaftaran perseorangan akan dibuka pada bulan itu. "Sekarang masih uji publik agar ada masukan dari masyarakat lalu dibawa ke DPR," ucapnya.

Pakar politik Prof Asep Warlan Yusuf membaca sikap "menyerah" Ahok dari sisi yang berbeda. Dalam amatannya, Ahok sebenarnya tidak frustasi atau menyerah. Ahok sedang berstrategi untuk membelokkan jalur dukungan dari independen ke partai politik.

"Ini sebuah taktik dari Ahok untuk kembali ke partai. Dia lagi cari pembenaran. Dia ingin mengatakan ke para relawannya, bahwa maju dari jalur independen begitu mahal," ucapnya, tadi malam.

Mengapa Ahok ingin ke jalur partai? Menurut Asep, Ahok kini mulai sadar pentingnya dukungan politik. Ahok sadar saat dirinya dihajar habis dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta dan pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Dalam dua kasus ini, tidak ada partai yang membela. Ahok pun harus menahan semua tudingan sendirian. (rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: