Saya lebih suka ahok menang jadi gubernur, agar terjadi konsolidasi penyelesaian masalah hoaqiau di indonesia. Perjuangan pribumi melawan bangsa china dapat berlanjut, melalui event semacam 14 mei 1998.
Pada tahun 2009, indonesia adalah negara terbanyak menampung hoaqiau di dunia. Yaitu 8,9 juta. Tentu bermasalah. Pada masa orba saja, ketika hubungan diplomatik indonesia dengan china daratan terputus, Hoaqiau sudah menjadi masalah besar. Pernyataan ABRI januari 1998 – yang lalu memicu peristiwa 14 mei, kerusuhan anti china – perusahaan Taipan yg 166 korporat itu, menguasai 82% kekayaan negara, dan menguasai 64% PDB. Itu meliputi 6 juta masyarakat dalam hitungan CR5 (concentration ratio 5 digit). Artinya, bangsa indonesia hanya makan dari 36% PDB dan 18% kekayaan negara. Tetesan dari akumulasi modal oligopoli itu, gagal menetes, gagal mengisi logi ketiga pembangunan nasional, yaitu pemerataan. Itulah satu-satunya kegagalan presiden soeharto.
Kini kita ulang lagi kesalahan itu. Tak seperti Orba, China Daratan terkoneksi langsung dengan indonesia, perang ideologi tutup buku, politik jalur sutra berganti politik OBOR (on belt on road) ONE CHINA (satu sabuk satu jalan satu china) mengintegrasikan Tiongkok ke nation borderless (politik negara tanpa tapal batas). Hoaqiau yg berjumlah 8 juta itu, adalah jaringan operator OBOR. Indonesia akan lebur ke situ. Invasi itu sempurna, modal dan manusia. Tadinya, sebelum amandemen, kita masih memiliki pertahanan di konstitusi. Setelah kata warga negara asli itu diberangus, kita menjadi rapuh. Modal, adalah simbol kerakusan manusia utk berkuasa. Pribumi menghadapi ancaman naiknya hoaqiau menjadi presiden, bersumber dari perilaku modal. Jika Ahok setelah sukses atau tidak menjadi gubernur, ia akan sukses ke singgasana presiden. Itu bukan ilusi.
Kita harus menyelesaikan masalah global village ini, kita harus selesaikan masalah hoaqiau ini. (rp)
Oleh : Djoko Edhi Abdurrahman, SH