NBCIndonesia.com - Publik belakangan dihebohkan dengan kabar perseteruan dua orang menteri di kabinet Jokowi-JK. Perseteruan antara Menteri Koordinator bidang Maritim Rizal Ramli dengan Menteri ESDM Sudirman Said itu terkait rencana pembangunan kilang gas abadi di Lapangan Gas Abadi Blok Masela.
Sudirman Said mendukung pembangunan kilang lepas pantai atau offshore. Sementara itu, Rizal Ramli mendukung pembangunan di darat atau onshore.
Beragam tanggapan pun muncul dari para politikus tanah air. Ada yang mengritik, ada pula yang memberi masukan kepada Jokowi terkait kisruh menteri tersebut.
Ketua DPR Ade Komarudin misalnya. Politikus Golkar ini amat menyayangkan adanya silang pendapat antara dua menteri tersebut. Menurutnya, hal itu tak perlu terjadi karena yang dibutuhkan untuk menyukseskan sebuah program adalah kekompakan yang dibutuhkan.
"Jadi kalau kita kompak segala sesuatu akan bisa diselesaikan dengan baik, kalau tidak kompak tidak akan menyelesaikan sesuatu dengan baik," kata Ade di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/3).
Pernyataan lebih keras datang dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Politikus PKS ini menduga tak kunjung usainya perseteruan antara Rizal Ramli dengan Sudirman Said akibat lemahnya komando Presiden Jokowi.
"Presiden tidak seharusnya mengungkapkan problem internnya ke publik, harusnya dia selesaikan di dalam. Kedua, itu tuduhan orang untuk mengidentifikasi adanya kelemahan leadership presiden itu menyeruak, dan ini mendatangkan pesimisme tidak saja publik tapi juga market," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/3).
Senada dengan Fahri, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai persoalan tersebut muncul salah satunya dikarenakan basic leadership Presiden Jokowi yang tergolong lemah. Padahal menurutnya masalah ini bisa diselesaikan dengan simpel.
"Leadership itu enggak ada sekolahannya. Itu dari suatu proses. Ini kejadian bukan sekali, berulang dan bisa terjadi ulang lagi. Saya kira ini masalah leadership saja kok, bagaimana melakukan suatu manajemen terhadap kabinet yang saya kira sangat simpel," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (3/3).
Usulan dicopotnya dua menteri tersebut pun muncul. Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyarankan agar reshuffle mendatang, menteri-menteri yang sering buat gaduh selayaknya direshuffle alias diganti oleh Jokowi.
"Kalau saya diminta saran, mungkin pada reshuffle mendatang, Presiden jangan memasukkan lagi menteri-menteri yang suka buat gaduh. Karena kalau kegaduhan pasti tak akan tenang dan pasti kinerja antar kementerian akan saling terhambat," kata Din di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (4/3).
Menurut Din, kegaduhan yang dibuat antar menteri merupakan suatu fenomena dan fatsun politik yang buruk. Karena kabinet adalah sebuah keseluruhan, membentuk pemerintahan dari kementerian-kementerian yang berbeda.
"Jadi bagaikan kabinet tempat kita taruh baju yang berbeda-beda, dan membuat kesatuan dan keutuhan. Jadi harus bersama dan bekerja sama, enggak boleh saling mengganggu, menghalangi, menunjukkan ego sektoral, nah ini akan jadi masalah dalam pemerintahan kita," jelas Din.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menegaskan, kegaduhan di internal pemerintahan Presiden Jokowi yang mengemuka dan dipertontonkan di depan publik ini, merupakan pendidikan politik yang kurang baik.
Presiden Jokowi pun akhirnya angkat bicara. Mantan Gubernur DKI ini mengingatkan kedua menterinya itu tidak saling berseteru dan membuat gaduh.
Jokowi juga mengingatkan agar para Menteri tak saling mengklaim sebuah keputusan yang belum diputuskan presiden, termasuk keputusan pengembangan blok masela di Maluku.
"Jangan ributkan sesuatu yang belum tuntas, yang belum saya putuskan. Ini sebuah pekerjaan besar. Saya perlu banyak dengar dari kiri, kanan, atas, bawah. Kalau hal kecil langsung saya putuskan," kata Jokowi usai meninjau persiapan KTT OKI ke-5 di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (4/3).
"Kalau hal yang menyangkut jangka panjang, betul-betul saya perlu ada masukan, ada input-input yang betul, sehingga keputusannya itu jernih dan benar bagi negara," tambah Jokowi dengan nada yang cukup tinggi.
Jokowi juga menegaskan, sebaiknya para menteri hanya fokus untuk bekerja, bukan hanya saling serang dan membuat kegaduhan.
"Bahwa para menteri harus fokus pada kerja, bekerja, pelayanan, kerja nyata untuk masyarakat," tegasnya.
Namun demikian, Jokowi enggan menjawab apakah akan memanggil Sudirman Said dan Rizal Ramli.
Sebelum perdebatan soal kilang gas di Blok Masela ini, kedua menteri ini juga pernah saling lempar kritik soal program 35.000 megawatt (MW) yang dikritik habis Rizal Ramli. Perseteruan ini juga merembet ke Wakil Presiden Jusuf Kalla. Saat itu, Rizal Ramli terang-terangan mengajak Wapres JK berdebat di depan publik.(mdk)