
NBCIndonesia.com - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidik mengatakan usulan penambahan kewenangan BIN memanggil terduga terorisisme, separatisme dan radikalisme sulit direalisasikan karena pemerintah tidak memasukkan dalam revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Kalau pemerintah tidak mengusulkan, maka kecil kemungkinan DPR mengusulkannya," katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (01/03/2016).
Dia mengatakan revisi UU Terorisme merupakan usul inisiatif pemerintah sehingga seharusnya penambahan kewenangan itu dimasukkan pemerintah dalam draf revisi.
Menurut dia, kalau pemerintah tidak mengusulkan penambahan kewenangan itu maka kecil kemungkinan dimasukkan dan dibahas dalam revisi UU Terorisme.
"Lucu kalau DPR mengusulkan penambahan kewenangan itu sementara revisi UU Terorisme merupakan usul inisiatif pemerintah kecuali kalau inisiatif DPR sejak awal," ujarnya.
Mahfud mengatakan sebenarnya Komisi I DPR bisa mempertimbangkan usulan BIN tersebut dalam rangka meningkatkan efektivitas penanggulangan aksi terorisme, separatisme dan radikalisme.
Namun dia mempertanyakan mengapa pemerintah tidak mengakomodasi usulan BIN tersebut karena semestinya datang dari pemerintah untuk menambah kewenangan BIN tersebut.
"Komisi I DPR dalam posisi bisa mempertimbangkan usulan BIN dalam rangka meningkatkan efektivitas penanggulangan aksi terorisme, separatisme dan radikalisme," katanya.
Politikus PKS itu menilai kewenangan memanggil oleh BIN itu dalam koridor cegah dan deteksi dini terhadap aksi terorisme, separatisme dan radikalisme. Hal itu menurut dia bukan menjadi bagian pro justisia sehingga Komisi I DPR bisa mempertimbangkan usulan BIN tersebut.
"Ini kan usulan BIN dan kalau sudah matang maka seharusnya diakomodir (pemerintah) dalam revisi UU Terorisme," ujarnya.
Mahfud tidak khawatir apabila kewenangan memanggil itu diberikan karena terkait kehormatan kepada HAM sudah menjadi asas kerja intelijen dan sudah diatur dalam UU.
Selain itu, menurut dia, terkait akuntabilitas kinerja BIN, ada tim pengawas eksternal yaitu dari DPR sehingga sebatas kebutuhan penggalian informasi dalam fungsi deteksi dan cegah dini, tidak terlalu merisaukan.
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara, Sutiyoso usai Rapat Kerja di Komisi I DPR mengatakan institusinya meminta tambahan kewenangan memanggil seseorang yang terduga terkait separatisme, radikalisme dan terorisme.
"Terkait menangani separatisme, radikalisme, dan terorisme. Mereka (Komisi I DPR) memahami mengapa BIN perlu penambahan kewenangan," kata Sutiyoso di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (29/02/2016).
Dia mengatakan, tambahan kewenangan itu bukan menangkap namun memanggil seseorang yang diduga terkait gerakan separatisme, radikalisme dan terorisme.
Hal itu menurut dia, untuk mendalami sebuah informasi yang didapatkan institusinya dalam kerja-kerja intelijen.(rn)