NBCIndonesia.com - Seragam coklat dan loreng bukanlah pembeda yang mencolok dalam menjamin keamanan dan keutuhan Republik Indonesia. Sayangnya, belakangan ini seragam gagah yang siap ternoda darah perjuangan untuk mempertahankan bangsa itu justru kini tercoreng debu narkoba.
Di berbagai penjuru Indonesia, perangai oknum aparat masih belum bisa disebut kesatria, ketika memakai seragam justru menjadi tameng untuk lolos dari hukum. Seolah suci tak tersentuh oleh hukum karena wewenangnya yang salah digunakan.
Misalnya, ketika petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatera Utara meringkus oknum polisi Aiptu M yang membawa narkoba jenis ekstasi 400 butir di Jalan Garuda 4, Perumnas Mandala.
Di tempat berbeda, berdasarkan informasi yang dihimpun, delapan orang oknum prajurit Kostrad diduga terlibat kasus narkoba, yakni Serda Z, Serka K, Serma E, Serma S, Sertu AS, Kopka N, Kopka B dan Pratu A.
Sertu AS, Kopka N, Kopka B dan Pratu A merupakan pengembangan kasus sebelumnya saat melakukan penggeledahan Perumahan Kostrad Tanah Kusir oleh Tim Yonintel Kostrad dan Pom Kostrad. Tim intel sebelumnya telah melakukan tes urine terhadap 146 personel yang tinggal di Perumahan Kostrad, Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Selain jajaran pasukan berseragam loreng itu, ada lima oknum korps baju coklat kepolisian yang diduga terlibat, yakni Briptu E, Aiptu Al, Bripka AB, Aipda W, dan Aiptu A.
Ironisnya jajaran TNI dan polisi yang seharusnya menjadi sosok pengayom masyarakat, justru tercoreng oleh ulah oknum yang tergiur mengamankan praktik penyakit masyarakat.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyebutkan narkoba sebagai bisnis ilegal, sehingga memerlukan pelindung yang aman, yaitu salah satunya adalah dengan memanfaatkan anggota TNI.
Menurut dia, meski kesejahteraan prajurit sudah ditingkatkan, masih ada di antara mereka dari tingkatan tamtama, bintara atau perwira yang masih terkena rayu bisnis haram ini. Faktor kebutuhan hidup yang salah satunya biaya sekolah anak menurut Panglima TNI kemungkinan menjadi penyebabnya.
Terkait upaya pembersihan prajurit TNI yang terlibat penyalahgunaan narkoba, Gatot menginstruksikan agar terus dilakukan pembersihan secara rutin. Bila ada yang berhasil melakukan pembersihan maka dipuji/dihargai.
Namun, lanjut Panglima, bila ada anggota yang terkena maka komandan akan ikut bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Dia pun menegaskan akan memberikan sanksi tegas bagi prajurit yang terlibat.
"Apabila dia sudah terkena narkoba maka dia tak bisa menjadi prajurit TNI, hukuman tambahan dipecat," tegas jenderal bintang empat dari TNI AD itu.
Menurut Panglima, memang ada program rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Namun, rehabilitasi percuma bisa dilakukan tanpa niat serius sembuh dari narkoba.
"Rehabilitasi silakan. Tapi, bagi prajurit TNI saya sadar betul, saya sudah koordinasi dengan Menkes, yang bisa menyembuhkan bukan hanya rehabilitasi tapi niat seseorang. Rehabilitasi tanpa niat tak bisa. Dan prajurit TNI adalah dilatih dan persenjatai," tuturnya.
Bahkan, hukuman berantai juga diberlakukan untuk memastikan saling tanggung jawab antarlapisan aparat. Artinya komandan kesatuan tidak bisa lepas tanggung jawab bila ada anak buahnya yang mengkonsumsi narkoba. Sanksi ini semuanya harus diputuskan melalui pengadilan militer.
"Saya perintahkan kepada semua Pangkotama dan seluruh komandan melakukan pembersihan internal sampai bulan Juni 2016. Setelah bulan Juni masih tetap ada anggota yang terlibat narkoba, maka komandannya akan dipecat," tandas Panglima TNI.
Alasan Panglima TNI memberi sanksi tegas semakin masuk akal mengingat kondisi darurat narkoba di Indonesia disebut melebihi bahaya ancaman teroris, karena korbannya langsung menyasar dalam skala massal.
Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI mencatat jumlah pengguna narkoba di Tanah Air telah mencapai sekitar 4,2 juta jiwa. Sebanyak 40-50 orang per hari meninggal karena narkoba.
Bahkan, data dari BNN melansir kerugian negara akibat narkoba mencapai Rp63,1 triliun, serta diketahui sedikitnya sekitar ada 60 jaringan yang beroperasi di Tanah Air.(rn)