NBCIndonesia.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka Hari Pers Nasional di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (9/2/2016).
Jokowi mengatakan pers sebagai fungsi kontrol sosial, dan setiap hari kita dibanjiri informasi, kita disuguhi opini, disuguhi data dan informasi yang beragam.
"Dan semua bisa melihat sendiri, Berapa mudahnya berita dan informasi. Kadang status di media sosial pun juga bisa jadi berita. Informasi yang ada di tengah kita memang ada yang pahit, seperti jamu. ada yang bisa menjadi vitamin yang menyehatkan. Tapi juga bisa juga hanya sekedar informasi yang terkadang mengganggu kesehatan akal sehat kita," kata Jokowi dalam transkrip pidatonya seperti dikutip Tribunnews.com dari situs Setkab.
Jokowi berpikir bagaimana agar seluruh insan pers media bisa ikut menggerakkan, membangun optimisme publik, membangun etos kerja masyarakat. Ikut membangun produktivitas masyarakat. Bukan sebaliknya.
"Kadang-kadang kita sering, media kita justru mempengaruhi kita menjadi pesimis. Pesimisme," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan banyak juga media yang terjebak pada berita-berita yang sensasional. Apalagi kalau ditambah komentar pengamat-pengamat, makin ramai.
"Saya berikan contoh, saya ini hanya membaca, sebetulnya tadi saya bawa layar. Tapi karena enggak jelas, saya baca saja. Berita-berita seperti ini menurut saya yang sangat mengganggu masyarakat. Kalau saya, ndak ndak saya tidak pernah terganggu. Bayangkan ada berita indonesia diprediksi akan hancur bayangkan. Dan ini bukan kali pertama berita seperti itu," kata Jokowi.
Dia juga melihat ada berita yang pesimis target pertumbuhan ekonomi tercapai.
"Di situ memang ada kata-kata pesimisnya. Jadi judulnya saja yang saya baca. Ada lagi judulnya pemerintah gagal, Aksi teror takkan abis, Sampai kiamatpun. Kemudian ini judul-judul saja. kabut asap tak teratasi, Riau terancam merdeka. ada berita yang lebih seram lagi, Indonesia akan bangkrut. Hancur. Rupiah akan tembus Rp 15.000, Jokowi-JK akan ambruk akan ambyar. Saya hanya baca saja loh ya," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, kalau judul-judul seperti ini diteruskan dalam era kompetisi seperti ini yang muncul pesimisme. Yang muncul adalah sebuah etos kerja yang tidak terbangun dengan baik. Yang muncul adalah hal-hal yang tidak produktif. Bukan produktivitas. Padahal itu adalah hanya sebuah asumsi. Tapi akan sangat terpengaruhi.
"Karena kita tahu. moral, pembentuk karakter, pembentuk mentalitas, pembentuk moralitas, itu ada di media, Ada di pers. Akan banyak ada di situ," kata Jokowi.
Di Televisi, Jokowi membayangkan setiap jam ada lagu-lagu nasional, lagu-lagu kebangsaan kita, lagu Indonesia Raya yang terus dimunculkan.
"Satu jam lagi padamu negeri, sejam lagi garuda pancasila. Alangkah sangat bagusnya. Sehingga anak-anak kita akan semuanya dari sabang sampai merauke akan hapal lagu-lagu nasional kita. Bukan bertumpu pada rating. Kita ini semua kan mengejar rating, ya itu kompetisi. Industri pers harus berkompetisi pada rating itu, ya. Tapi mestinya sebagian kecil dari waktu itu bisa diberikan kepada hal-hal yang tadi saya sampaikan," kata Jokowi.
"Tapi Jangan di malam hari. Kalau sudah jam 12, jam 1 tuh baru muncul lagu itu. Bukan di prime time. Saya mintanya di prime time. Lalu berita-berita judul-judul seperti itu kita terus-teruskan, yang muncul adalah distrust, ketidakpercayaan.Padahal era kompetisi, era persaingan antar negara sekarang ini, yang kita butuhkan adalah membangun trust, membangun kepercayaan yang kita butuhkan. Orang negara lain harus modal, harus investasi, harus uang masuk. Itu Akan muncul, akan mengalir kalau ada trust enggak ada yang lain. Kalau enggak ada kepercayaan jangan berharap ada arus uang masuk, jangan berharap ada investasi masuk. Jangan berharap ada arus modal masuk. Dan kepercayaan itu yang bisa membangun adalah media pers. Karena persepsi muncul, image itu muncul karena berita-berita yang kita bangun," Jokowi menambahkan. (tn)