logo
×

Jumat, 15 Januari 2016

Teroris Thamrin Gunakan Taktik "Memancing Ular Keluar Sarang"

Teroris Thamrin Gunakan Taktik "Memancing Ular Keluar Sarang"
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama jajaran menteri mengunjungi lokasi kawasan Thamrin Jakarta beberapa jam setelah aksi serangan teroris. | Foto: Antara
NBCIndonesia.com - Pelaku teror bom bunuh diri di Pos Polisi (Pospol) Sarinah dan cafe Starbucks di jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, terbagi menjadi dua kelompok dengan tugas berbeda.  Dua kelompok tersebut menggunakan strategi penyerangan “Memancing Ular Keluar Sarang”.

“Model penyerangan seperti yang dilakukan kelompok teroris di Pospol Sarinah dan café Starbucks itu termasuk dalam strategi ‘Memancing Ular keluar Sarang.’ Taktik ini sering dipakai kelompok teror di wilayah Timur Tengah maupun Irlandia Utara,” kata Analisis Intelijen Nuruddin Lazuardi, di Jakarta, Jumat (15/01/2016).

Dosen Kriminologi Universitas Indonesia ini memaparkan pelaku menggunakan strategi seperti ini untuk mendapatkan sasaran yang terukur dan memiliki nilai lebih.

“Kelompok pertama itu dua orang yang memang sudah direncanakan untuk melakukan peledakan di pospol. Aksi pertama meledakkan pospol ini hanya sebuah aksi pancingan atau aksi pembuka agar kelompok kedua bisa menjalankan aksinya,” papar Nuruddin.

Aksi kelompok kedua ini,  lanjut Nuruddin, merupakan aksi utama dari rangkaian teror yang diciptakan oleh jaringan Bahrun Naim ini. Menurut dia, kelompok kedua sebenarnya mengincar target yang terukur dan jelas seperti pejabat tinggi pemerintahan maupun pejabat tinggi Polri atau TNI.

“Kelompok kedua ini menyasar target utama yang akan muncul setelah aksi pemancingan dengan ledakan di pospol.  Kelompok kedua yang dibekali senjata api dan granat rakitan serta bom bunuh diri dalam tas rangsel ini mengincar pejabat tinggi negara atau petinggi Polri yang dating untuk melihat lokasi ledakan di pospol,” papar alumnus program Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen UI itu.

Seperti diketahui, dalam berbagai insiden ledakan bom di Indonesia yang mulai ramai sejak akhir tahun 2000 lalu, sejumlah pejabat negara dan petinggi Polri maupun TNI selalu datang untuk melihat lokasi.

Dalam kasus peledakan Pospol dan café Starbucks, sejumlah pejabat tinggi negara seperti Presiden, sejumlah menteri dan Kapolri mendatangi  lokasi ledakan beberapa saat kemudian.

“Itu sasaran utama kelompok ini. Kelompok kedua ini sebenarnya memiliki tiga senjata. Pertama adalah pistol yang digunakan untuk menembak target utama jika sasarannya dekat. Senjata kedua adalah granat lontar rakitan yag akan digunakan untuk dilemparkan ke target utama jika sasarannya  terhalang dan jauh dari jangkauan pistol,” kata Nuruddin.

Jika dua senjata ini tidak bisa digunakan, lanjut Nuruddin, pelaku dari kelompok dua ini akan menggunakan senjata pamungkasnya berupa bom dalam rangsel di pundak mereka.

“Selain digunakan untuk menyasar target utama, bom dalam punggung utama ini juga berfungsi sebagai alat untuk mempertontonkan karakter khas mereka dalam beraksi yak ni bom bunuh diri,” papar dia.

Meski demikian, Nuruddin melihat ada yang tidak tidak sempurna dalam pelaksanaan operasi teroris kelompok kedua di depan café Starbucks.

“Mereka terlalu terburu-buru melakukan penembakan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan skenario. Jika mengikuti teori perang ‘Memancing Ular keluar Sarang’, mereka akan menunggu hingga target utama yang mereka incar muncul dan sehingga bisa mereka sikat,” jelasnya.

Dalam kacamata Nuruddin, operasi kelompok teror ini bisa dikatakan gagal karena target yang diharapkan tidak tercapai. “Mereka tidak berhasil menakuti aparat dan masyarakat. Efek fear of crime dan perasaan terteror pada masyarakat gagal mereka ciptakan,” pungkasnya. (rn)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: