logo
×

Senin, 25 Januari 2016

Rakyat dan Daerah Ditekan, Perpres Kereta Cepat Skandal Baru "Papa Minta Cepat"

Rakyat dan Daerah Ditekan, Perpres Kereta Cepat Skandal Baru "Papa Minta Cepat"
Kareta Cepat
NBCIndonesia.com - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Pembangungan Kereta Cepat Bandung-Jakarta yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Oktober 2015 dinilai telah melanggar aturan.

"Saya melihat ini skandal baru dalam pengadaan infrastruktur. Saya menyebut ini skandal 'Papa Minta Cepat', karena regulasi dilanggar, daerah ditekan, rakyat ditekan," ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Dadan Ramdan di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (23/01/2016).

Perpres tersebut, kata Dadan, jelas sangat dipaksakan karena hanya untuk kebutuhan proyek kereta cepat. Ia pun meyakini proyek yang memakan biaya sekitar Rp70 triliun itu belum diperlukan bagi masyarakat.

"Perpres 107/2015 Oktober jelas sangat dipaksakan karena menabrak beberapa aturan lainnya. Saya tidak melihat, terlepas mau China, Jepang, Jerman, itu (kereta cepat) belum menjadi kebutuhan," ucapnya.

Lanjutnya, Indonesia memiliki struktur geologi yang sangat rentan. Sehingga, rencana kereta cepat yang akan melewati terowongan dengan kecepatan 150 km/jam itu akan menimbulkan dampak dari aspek geologi.

"Secara lingkungan, juga sosial, saya tanya warga di sana mereka tidak tahu mau ada kereta cepat. Seharusnya ini dikategorikan sebagai pelanggaran aturan," tandasnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan pemancangan tiang pertama untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/1/2016). Proyek ini ditargetkan bisa bisa beroperasi pada 2019. Proyek ini dikerjakan oleh perusahaan patungan konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dan Konsorsium China Railways, PT Kereta Cepat Indonesia China. (rn)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: