Foto/ilustrasi: Independent |
Agus mengatakan, pertanyaan yang muncul adalah dana yang disediakan keempat BUMN itu untuk ikut mendanai proyek kereta cepat Jakarta Bandung. Ia mencontohkan, aset Wika hanya Rp 5,5 triliun, sementara uang Jasa Marga tersedot untuk proyek-proyek tol.
“PTPN juga jual tanah. Jadi kalau ini dipaksakan BUMN akan bangkrut," kata Agus dalam diskusi bertajuk "Di Balik Kereta Cepat" di Jakarta Pusat, Sabtu (23/1).
Agus mengaku baru konsen mengkaji rencana pembangunan kereta cepat sejak Maret 2015. Sejak awal dia memprediksi proyek itu tidak mungkin.
Tapi sejurus kemudian Presiden Joko Widodo memutuskan pengerjaan proyek kereta cepat dengan menggandeng Tiongkok. Padahal, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan sudah mengemukakan pendapat dan tidak setuju.
Belum lagi Menko Perekonomian Rizal Ramli menyebut Jakarta-Bandung tidak membutuhkan kereta cepat, tapi cukup kereta berkecepatan sedang saja.
"Menhub bilang jangan, ini terlalu mahal. Lalu Jokowi panggil menteri BUMN, BUMN, lakukan studi. Saya juga menduga itu memakai studi Jepang," ujarnya.
Yang tak kalah aneh, kata Agus, studi proyek itu sangat singkat katena dalam tiga bulan sudah tuntas. Padahal, tidak mungkin megaproyek dengan dana sebesar itu bisa selesai dalam waktu singkat.
"Semua harusnya heran, kok ada proyek besar makan biaya banyak studinya hanya tiga bulan. Kenapa kita tidak belajar infrastruktur yang dibangun China. Ingat tidak, proyek listrik 32 ribu megawatt zaman SBY-JK, sampai sekarang belum selesai 10 ribu megawatt,” ulasnya.(fat/jpnn/JPG)