Ketua Presidium IPW Neta S Pane |
Biasanya, kata Neta, aksi terorisme dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seperti dalam kasus Bom Bali dan JW Marriot, Kuningan.
"Baru kali ini aksi teror melakukan serangan terbuka dan tidak ngumpet-ngumpet. Mereka mempertontonkam tingkat kesadisan yang semakin tinggi dan mengkhawatirkan," ujar Neta di Tebet, Jakarta Selatan, selasa (19/01/2016).
Neta menilai, aksi teror pekan lalu juga menyisakan tanda tanya besar di masyarakat. Dia melihat adanya kejanggalan dalam aksi tersebut. Neta mensinyalir aksi tersebut terkait dengan suksesi pergantian Kapolri.
Kata Neta ada lima kejanggalan dari rentetan kejadian aksi terorisme yang menewaskan delapan orang tersebut.
Pertama, kehadiran Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti dan Karo Ops Polda Metro Jaya Kombes Martuani Somin yang begitu cepat tiba di Lokasi kejadian. "Bayangkan dalam waktu 10 menit dan sudah pakai rompi antipeluru dan langsung beraksi," tandas Neta.
Kedua, sambung Neta, ialah begitu tenangnya pelaku penembakan ketika menjalankan aksinya diruang publik yang selama ini cenderung sembunyi-sembunyi. "Mereka bergaya seperti Densus. Nembakin orang dan polisi yang ada disitu," papar Neta.
Ketiga, adanya perbedaan pernyataan yang dikeluarkan oleh pihak BIN, Polisi dan Menkopolhukam sesaat setelah tempat kejadian perkara berhasil dikondusifkan.
"Apakah itu ISIS atau bukan kan berbeda-beda," singkat Neta.
Keempat, sampai saat ini Polisi tidak mengetahui siapa pengantar pelaku aksi teror dan tim penjemputnya. "Kalau saat itu muncul di situ, siapa tim penjemputnya. Padahal mereka mengamankan mobil diduga terorisnya. Dan dalam hal ini polisi kurang transparan," jelas Neta.
Terakhir, tambah Neta, begitu bom di Thamrin meledak, banyak isu di masyarakat bahwa akan ada bom lain yang muncul di beberapa tempat.
"Apakah ini strategi seolah Jakarta seperti Paris?," papar Neta.
Atas kejanggalan tersebut, Neta mengungkapkan dua skenario yang muncul.
Skenario pertama ialah aksi teror dimunculkan untuk memuluskan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian menyabet bintang tiga dan bersaing memperebutkan posisi Kapolri yang pada beberapa bulan ke depan mengalami kekosongan lantaran Kapolri Jenderal Badrodin Haiti memasuki masa pensiun.
"Aksi itu dibuat untuk menjatuhkan Tito sebagai kapolda. Karena sebentar lagi dia jadi bintang tiga dan ikut dalam tanda kutip bersaing. Sehingga muncul spekulasi untuk jatuhkan dia. Atau spekulasi kedua, bom Sarinah justru untuk mengangkat citra Tito sebagai kapolda," tutup Neta. (rn)