NBCIndonesia.com - Nyali komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru ditantang untuk menuntaskan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Penuntasan kasus yang terjadi pada masa Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden ini perlu dilakukan semata-mata demi kebenaran dan keadilan.
Begitu disampaikan tokoh nasional Rachmawati Soekarnoputri dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu, Rabu (30/12).
"Jangan ada pardon (maaf), megakorupsi BLBI merugikan negara dan menyengsarakan rakyat," katanya.
Rachma pun membandingkan penanganan kasus BLBI dengan kasus penyimpangan penggunaan dana Yayasan Supersemar yang dikelola Soeharto. Proses hukum memutuskan bahwa Presiden ke-2 RI itu terbukti melakukan pidana korupsi dan harus membayar ganti rugi sebesar Rp 4,4 triliun.
"Lalu bagaimana Megawati yang tahu tapi membiarkan para koruptor obligor hitam? Bahkan mereka malah dikasih surat keterangan lunas atau release and discharge dalam subsidi obligasi rekap fiktif hingga Rp 640 triliun," kata Rachma.
"Rakyat diperas pajak tapi uangnya untuk bayar bunga obligasi BLBI sekitar Rp 60 triliun per tahun. Rakyat menanggung beban obligor hitam," sambung dia.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2007-2009) itu berharap KPK tidak tebang pilih dalam menangani perkara korupsi yang telah merugikan rakyat. Apalagi, kasus BLBI bukan kasus pidana korupsi baru dan rakyat sudah tahu kasus ini.
"Jangan hanya omdo (omong doang), menutup-nutupi dan duduk enak dalam gedung mentereng," seru Rachma.
"Andai masih hidup, Soekarno pun tidak akan rela melihat perbuatan yang menyengsarakan rakyat. Ini negara hukum jadi siapapun melawan hukum harus berhadapa dengan hukum," tukasnya. (RMOL)