Rezim ini dipenuhi manusia-manusia pendusta
Saat Kampanye:
"Kita tanam yang kita makan. Kita beli dari petani kita sendiri"
Saat ini :
1. Puan: "Kebiasaan makan Nasi lahirkan potensi impor beras"
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani mengaku heran dengan kebijakan yang mewajibkan rakyat Indonesia memakan nasi. Ini dikarenakan sebagian orang Indonesia memiliki panganan pokok di luar beras.
"Saya juga bingung kenapa ada kebijakan yang mengharuskan orang Indonesia makan nasi. Maluku itu makan sagu, Papua itu makan ubi, tapi sekarang mereka makan nasi," kata Puan di sela peluncuran penyaluran program Beras Miskin/ Beras Keluarga Sejahtera (Raskin/Rastra) 2016 tingkat nasional di Bali, Selasa, 26 Januari 2016.
Ia menilai, tak semestinya hal itu terjadi. Puan melanjutkan, pemerintah berupaya mengembalikan kebiasaan makan makanan pokok masyarakat di Indonesia sesuai budaya mereka. "Harusnya tidak bisa seperti itu lagi. Kami memulai untuk mengembalikan kebiasaan masyarakat di setiap provinsi sesuai kebiasaan mereka," tutur dia.
Menurut dia, hal itu juga berkaitan dengan struktur tanah di beberapa provinsi yang tak seluruhnya dapat ditanami padi. "Ketahanan mereka itu dibutuhkan. Tapi, wilayah yang tak memiliki lahan padi kita paksa untuk suplai beras ke sana, nah itu tidak bisa," katanya.
Beberapa daerah, Puan melanjutkan, merupakan wilayah yang lebih cocok untuk menanam palawija seperti singkong. Seperti contohnya Gorontalo yang lebih cocok ditanam jagung.
"Masyarakat Gorontalo yang dulu terbiasa makan jagung kini makan nasi. Saya tanya kenapa bisa begitu? Mereka juga bingung. Padahal di nasi mereka juga dicampur jagung, baru lauk," jelas Puan.
Jika kebiasaan ini tidak dihentikan, Puan khawatir Indonesia akan mengambil kebijakan impor bahan pangan di luar kebutuhan. "Kadang-kadang saya berpikir, masa sih negara yang kaya raya ini harus impor," ungkapnya. (viva)
2. Tahun depan (Tahun 2016, maksudnya) Pemerintah Pastikan Impor Jagung.
Pemerintah memastikan, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) akan kembali melakukan impor komoditas jagung sebesar 2,4 juta ton pada 2016 mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengakui, pasokan jagung dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan jagung bagi industri secara menyeluruh, di mana kebutuhannya mencapai 8,6 juta ton.
"Jagung memang agak kurang, karena belum bisa dipenuhi dari dalam. Tahun depan akan ada impor jagung yang dilakukan Bulog," ujar Darmin, saat ditemui dikantornya, Jakarta, Rabu malam 16 Desember 2015.
Meski demikian, mantan Gubernur Bank Indonesia ini enggan membeberkan negara mana yang nantinya akan menjadi tujuan impor jagung. Sebab, hal ini sepenuhnya akan diserahkan kepada Perum Bulog.
"Darimana impornya, kami tidak akan atur-atur. Biar Bulog yang mencari, dan melakukan impor. Supaya, tidak terjadi impor berlebih dan menekan harga," kata dia.
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto menambahkan, berdasarkan hasil penghitungan antara pemerintah dan Perum Bulog, kebutuhan impor dalam setiap bulannya mencapai 200 ribu ton.
Sekedar informasi, Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti mengatakan, pihaknya telah mendapatkan mandat untuk mengimpor sebanyak 600 ribu ton komoditas jagung pada triwulan I-2016. (viva)
3. Kedaulatan Pangan Jokowi Belum Sejahterakan Petani.
Pemerintah dinilai tidak serius dalam mencapai kedaulatan pangan yang dicanangkan dalam rancangan pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
Kedaulatan pangan dinilai hanya berfokus pada peningkatan produksi. Padahal, kedaulatan pangan itu seharusnya berfokus ke peningkatan kesejahteraan petani.
Koordinator Pokja Beras Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS), Said Abdullah, mengatakan kemiskinan di wilayah pedesaan masih cukup besar.
Berdasarkan data yang tercatat Kementerian Pertanian, kemiskinan di pedesaan pada 2014 mencapai 17,7 juta jiwa.
"Lalu, kami lihat pada tahun 2008, kondisi masyarakat yang rawan pangan ada sebanyak 35,71 juta jiwa. Nah, justru sekarang meningkat menjadi 47 juta jiwa," ujar Said dalam diskusi di Hotel Akmani, Jakarta, Rabu, 30 Desember 2015.
Dia mengatakan, dari data kemiskinan tersebut, terlihat penerapan model pembangunan kedaulatan pangan tidak serius berorientasi terhadap produksi. Apalagi, untuk memperhatikan kesejahteraan petani.
"Padahal, anggaran Kementerian Pertanian sebesar Rp75,91 triliun dari tahun 2010-2014. Kalau kami lihat produksi, dalam catatannya kenaikan produksi padi hanya 0,6 persen, sangat kecil, itu belum tanaman holtikultura yang lain," kata dia.
Dia menjelaskan, Nawacita Joko Widodo yang meletakan kedaulatan pangan tidak sejalan dengan model pembangunan yang diterapkan oleh pemerintahan Jokowi.
"Kalau pemerintah menyatakan kedaulatan pangan, petani bisa jadi ujung tombaknya. RPJMN ini mulai terasa bias, karena kedaulatan pangan hanya pada kepentingan produksi, petani sebagai bagian penting sudah hilang," kata dia.
"Saya khawatir kalau tidak diubah modelnya, angka ini akan muncul lagi di 2019. Niat Pak Menteri Pertanian baik, tetapi tidak cukup itu. Artinya, harus diikuti dengan cara yang baik," kata dia. (viva)
4. Harga Beras di Bali Naik, Menteri Puan: Jangan Banyak-Banyak Makan
Seiring semakin mahalnya harga beras di Bali, Gubernur Made Mangku Pastika minta agar alokasi beras untuk rumah tangga miskin (raskin) di Bali dinaikkan. Permintaan disampaikan langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, di sela-sela acara peluncuran penyaluran program raskin/rastra tahun 2016, Bali, Selasa (26/01).
Menanggapi permintaan spontan tersebut Menteri Puan Maharani menerangkan, pemerintah belum memikirkan mengenai kemungkinan menaikkan alokasi raskin. Untuk sementara tetap 15 kilo saja.
“Jangan banyak-banyak makan lah, diet sedikit tidak apa-apa,” gurau Menteri Puan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras di Bali terus mengalami peningkatan selama satu tahun berakhir. Akibatnya, jumlah orang miskin di Pulau Bali meningkat dari 4,7 menjadi 5,2 persen. Hal ini membuat kebutuhan akan raskin juga meningkat.
Karena kondisi ini, meskipun pemerintah pusat tidak mau menaikkan jatah raskin, pemerintah provinsi Bali tetap berencana akan menaikkan jumlah pembagian raskin kepada keluarga yang berhak.
“Tadi saya sudah berkonsultasi dengan DPRD Bali dengan Bappeda Bali untuk menambah kuota raskin di Bali, karena dari data yang dikeluarkan oleh BPS Bali jumlah orang miskin naik dari sebelum yakni 4,7 persen menjadi 5,2 persen,” terang Gubernur Pastika.
Tingginya harga beras disamping disebabkan oleh inflasi juga disebabkan oleh adanya badai yang melanda sentra-sentra penghasil beras, sehingga produksi beras menurun.
Gubernur berharap agar raskin disalurkan secara tepat.
“Tepat penerima, tepat jumlah, tepat harga, tepat kualitas dan tepat harga,” imbuhnya.
Terkait pembagian raskin, Gubernur Pastika juga mengancam para kepala desa di Bali yang menyalahgunakan raskin, entah itu penyaluran kepada yang tidak berhak atau pembagian sama rata.
“Kalau saya tahu kepala desa menyalahgunakan raskin, saya akan melaporkan ke polisi,” Pungkasnya.
Senada dengan ungkapan Gubernur Pastika, Menteri Puan juga mengharapkan agar raskin tersalur dengan benar sesuai dengan program yang telah ditentukan oleh pemerintah tanpa adanya penyelewengan.
“Program ini merupakan komitmen pemerintah untuk memberi perhatian terhadap penduduk miskin” terang nya.
Menteri Puan mengaku banyak menerima laporan mengenai penyaluran raskin yang diselewengkan.
“Kalau system bagi rata, saya juga dengar ada yang begitu. Bahkan ada juga yang sengaja ditahan kemudian baru dibagikan menjelang pemilihan kepala desa,” papar Mentri Puan.
Ke depan Menteri Puan berharap agar penyaluran raskin dilaksanakan dengan benar dan tanpa penyelewengan. Disamping itu Menteri Puan juga meminta kepada Bulog agar menjaga kualitas raskin yang disalurkan. Jangan sampai ada raskin yang berwarna kuning apalagi sampai berulat.
(Berbagai Sumber)