Freeport |
Pasalnya, menurut Politisi dari PDI Perjuangan ini, wacana Freeport terus dipergunjingkan semua pihak namun hanya berputar pada persoalan izin perpanjangan, divestasi 10,64 persen dan pembangunan Smelter.
“Freeport kurang memikirkan nasib dan hak-hak pemerintah daerah Papua. Padahal PT Freeport selama operasinya di Papua,” papar Tony ke Aktual.com, di kantor Megawati Institute, Kamis (21/1).
Tony mengungkapkan, mestinya dalam hal saham, Freeport-McMoRan juga membagi sebagian sahamnya dalam bentuk ‘Share Golden’ ke pemerintah propinsi Papua. Pembagian saham model ini bukan berarti diberikan secara gratis, tetapi pemerintah propinsi Papua diberikan kelonggaran untuk membayar saham tersebut secara cicilan atau dari keuntungan deviden yang didapatkan dari Golden Share.
“Jadi tidak memberatkan Pemerintah di Papua. Mereka kan sulit jika harus membeli saham, uangnya memang ada tetapi jika dibelanjakan untuk beli saham Freeport tentu akan mengganggu pembangunan infrastruktur yang dibiayai dari uang pemerintah setempat,” bebernya.
Dengan model Golden Share ini, pemerintah propinsi di Papua tidak perlu ikut dalam divestasi saham seperti yang diwacanakan saat ini. Karena saham yang dibagi ke pemerintah propinsi Papua berasal dari Freeport-McMoRan, bukan dari PT Freeport Indonesia.
“Dalam UU memang sih harus ikut divestasi. Tetapi mesti dipahami bahwa kondisi wilayah dan konstribusi Papua yang telah diberikan selama ini,” katanya.
Tony yang juga anggota Komisi VII DPR RI menambahkan, nasib dan aspirasi pemerintahan propinsi Papua dalam hal Freeport harus diperhatikan.
“Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin di Komisi VII sudah disepakati akan memanggil pemerintah daerah dan pemerintah propinsi Papua untuk didengarkan aspirasinya. Sebelum pemerintah lebih jauh membahas soal Freeport,” tambahnya. (akt)